Selasa, 15 November 2011

Jika

Jikalau aku diberi kesempatan untuk menggugat.
Jikalau aku diberi kesempatan untuk berontak.
Jikalau aku diberi kesempatan untuk  melawan.
Jikalau aku diberi kesempatan untuk berperang.
Akan ku luapkan emosi jiwa.
Akan ku gugat rasa kepercayaanku.
Aku akan berontak pada rasa ketakberdayaanku.
Akan ku lawan rasa ketakutanku.
Aku kan berperang dengan rasa kesakitanku.

Nyatanya itu hanya bunga dari kata pengandaian.
Bunga dengan duri-duri penuh racun.

Hujan airmata tak bisa sejukkan gersang pikiran.
Justru kian membanjiri ladang hati yang tengah krisis bening nurani.

Tiang pangkal petir mengalirkan urus-arus listrik sang guntur menuju inti bumi batinku.
Tak kuasa menahan kuat arus, pilar-pilar ketegaranku roboh seketika.
Puing-puingnya hanya menyisakan bongkahan-bongkahan ego yang tiada arti lagi.

Seandainya di dunia ini tak ada kata andai.
Aku tak akan menginginkan pengandaian bodoh ini.


11.11.2011
20:13

Sabtu, 01 Oktober 2011

~Shafaq~

Nuansa jingga an keemasan terpancar.
Sang bintang kejora menampakkan diri.
Sangat memukau.
Sayap-sayap bidadari terbentang di lembayung senja.
Menebar keindahan duniawi.
Seulas senyum menghias seraut wajah sayu.
Hatinya terus mendayu-dayu.
Masih menahan rindu pada pujangga cinta.
Syair-syair sendu mengalir.
Sedikit merintih bersama irama angin.
Terkirim kabar dari keramaian.
Jiwa Shafaq telah membuncah.
Terlupakan.
Hujan cahaya terpusat menuju ufuk barat.
Ya...
Ia lah Sang Primadona di ujung hari.
Aura kecantikan yang tak terbantahkan.
Sang Shafaq nan mempesona.



18:17
23.09.11

Just Tell Me

Seberat apakah beban yang bergelayut dalam batinmu?
Sebesar apakah batu penghalang yang menyumbat goa hatimu?
Katakanlah...
Ceritakan apa yang ingin kau ungkapkan.
Jangan kau simpan sendiri.
Tentang rasamu.
Juga tentang keadaanmu.
Diam tak akan membungkam segalanya.
Pun jika kau selalu berucap;
" Aku baik-baik saja "

Aku tahu ada yang sedang kau pendam.
Itu hanya karena kau mencoba meyakinkan diri, bahwa;
" Semuanya pasti akan baik-baik saja "

Aku mengerti dirimu.
jadi,
Lekaslah kau utarakan apa yang menjadi penghambat kebebasanmu itu.



23:04
20.09.11

Adakah Aku dalam Bayangmu?

Harus dengan apa aku menjelaskannya?
Harus dengan apa agar kau bisa mengerti.
Harus dengan apa lagi?
T'lah aku gambarkan suasana hati.
Dengan sketsa-sketsa sederhana.
T'lah ku nyanyikan symphoni jiwa.
Dengan nada-nada harmonis seirama.
Tidakkah itu menyentuhmu?
Harus bagaimana aku menjelaskannya.
Tidakkah kau pahami gejolak rasaku?
Aku lelah bila begini keadaannya.
Asaku tak jua mendapat sambutmu.
Harapku tak kunjung memetik uluranmu.
Sungguh aku letih berusaha sendiri.
Mau kau menatap dalam dirimu sesaat?
Adakah aku dalam bayangmu?



21:20
20.09.11

Gugur Menanti Semi

Tak jarang kesetiaanku dibayar kekecewaan.
Sering penantianku berujung hampa.
Terkadang juga harapan hanya sebatas angan.
Kita bermimpi.
kita merencanakan.
Kembali Tuhan yang menentukan.
Takdir yang memilih kita.
Bukan sebaliknya.
Meski apa yang selalu coba ku yakini dalam hati,
Tak menampakkan kebenarannya.
Penyesalan tak bisa membuatku diam.
Aku tetap percaya.
Cahaya itu akan ada dalam gelap.
Laksana pelangi yang muncul setelah hujan reda.
Nikmat bahagia kan ku kecup.
Aku kan menunggu itu,,,



21:00
20.09.11

Present

Tak ada janji yang terlupakan.
Hanya waktu belum mengizinkan.
tentang mimpi-mipi yang terealisasikan.
Semoga indah sesuai harapan.
Bila hati terluka karena perkataan.
Tutur maaf membasuh kekecewaan.
halus budi menghapus sayatan.
Air mata yang terabaikan.
Kedukaan yang tak bekesudahan.
Musnah lenyap segala dugaan.
Pupus dengan pemakluman.
Yang lalu biarkan menjadi kenangan.
Yang akan datang dibingkai angan.
Untuk saat ini ingin ciptakan.
Senyum tulus nan menawan.
Pada seorang kawan dipersembahkan.



20:49
20.09.11

Kaulah Sang Cahaya

Angin...
Apakah dirimu?
Embun...
Apakah dirimu?

Lembut menyentuh hati yang pilu.
Sejuk membelai kalbu yang kelu.

Udara...
Itukah dirimu?
Air...
Itukah dirimu?

Sulit bernafas bila tak ada dirimu.
Haus rindu bila tak bertemu.

Cahaya...
Dirimu yang sebenarnya.
Kau bintang di langitku.

Cahaya...
Itulah dirimu.
Pelita dalam gulita duniaku.

Bukan angin.
Bukan embun.
Bukan pula udara.
Ataupun air.

Kaulah cahaya.
Karena dirimulah sang cahaya.
Cahaya...



01.46
20.09.11

Dendam

Terselip bintang di bingkai malam.
Bulan bersembunyi hadirkan kelam.
Cahaya lilin meredup lalu padam.
Ku sapa angin, ia hanya diam.
Awan-awan mendung menghitam.
Sunyi membungkam.
Ringkik batu jalanan begitu mencekam.
Kidung kematian melengking tajam.
Debu-debu nista menghantam.
Menghunus relung batin terdalam.
Misteri kan tetap terpendam.
Pada sang jiwa yang penuh dendam.



20:59
19.09.11

Sebuah Kesalahan

Kau sebut aku bintang cemerlang dilangit malam.
Tidak.
Akulah sang bintang redup,
yang menunngu detik kematiannya dalam kegelapan.

Kau sebut aku senja berkilau di lembayung jingga.
Tidak.
Akulah snag senja kelabu,
yang menanti saat sirnanya dalam gulita.

Kau sebut aku angin lembut di atmosfer jiwa.
Tidak.
Akulah sang angin ribut,
yang mengguncang dunia damai.

Kau sebut aku mawar menawan di taman hati.
Tidak.
Akulah sang mawar berduri,
yang siap melukai pecintaku.

Kau sebut aku peri cantik d istana nirwana.
Tidak.
Akulah sang peri kecil yang terkucil dan terbelenggu.

dan inilah diriku...



19:44
19.09.11

Sabtu, 17 September 2011

Sepenggal Kenangan

Ilalang kering menari-nari bersama angin
sawah gersang menjadi panggung pertunjukkan
Berdiri, merentangkan tangan
Ingin melepas beban kegalauan
Langit biru luas terbentang
Sendiri, hati pilu berdendang
Selintas badai hampir menghadang
Namun ombak jiwa tak mudah ditantang
Bunga-bunga padi telah menguning
Ku petik lalu kuikat jadi satu karangan
Untuk kemudian ku selipkan pada dahan
Ku biarkan jadi sepenggal kenangan
Bila suatu hari ke kembali datang


[sedikit kisah pada suatu waktu di tengah sawah di ujung perjalanan]
~persembahan untuk jiwaku yang sedang merantau, segeralah pulang!~




14.09.11

Sang Pecundang

Aku tak suka caramu menatapku
Aku tak pernah suka itu
Tatapanmu penuh tanda tanya
Kau buat aku selalu mencari
Tiat-tiap ungkapan tersirat dari matamu
Sedangkan kau tak pernah beri aku kesempatan
Bicara denganmu dari hati ke hati
Bahkan sekadar untuk mendialogkan keadaan kita
Tiap ku ingin mulai menjelaskan apa yang ada
Ku rasakan kau seakan menghindar
Apa kau takut?
Apa kau begitu cemas dan khawatir?
Jika ternyata apa yang kau sembunyikan dari hatimu
Dapat ku ketahui melalui naluriku sebagai seorang wanita
Haruskah ku sebut dirimu seorang pecundang?
Karena kau selalu tak bisa mengakui apa yang sebenarnya tengah terjadi
.....


21:49
13.09.11

Menjemput Bahagia

Ada kerikil menghadang jalanku
ingin ku singkirkan
tapi aku terbelenggu
tak bisa bergerak

Ada airmata mengalir dari hati
ingin ku hapus
tapi aku tak berdaya
tak punya kuasa

Ada persimpangan dihadapanku
ingin pilih satu diantanya
tapi aku bimbang
ragu memayungi

Dan ketika aku ingin melepas duka
Bahagia mana yang akan ku jemput???


18:40
12.09.11

Ego...

Bila hening lebih kau suka
Diam lebih indah
Biar lewat nada ku ajari kau bicara
Biar lewat hati ku ajari kau mengerti
Aku menyanyi tanpa suara
Aku menangis tanpa airmata
Asal kau tahu saja
aku tak perlu gaduhmu itu
karena duniaku sudah cukup dengan kesunyian dan ego
.....


18:33
12.09.11

Tamu Hati

Hujan tak lagi menyapa hari-hariku.
Ia telah lama menghilang.
Terasa gersang meski benderang.
Senyap tanpa melodi harmoni rindu.

Apakah ia pelangi setelah hujan?
Apakah ia badai seusai hujan?

Hadirnya bawakan beribu warna.
Tak terelakkan gelombang dahsyat pun menyapa.

Hujan memang lenyap.
Jejaknya mengering tersapu belai sang angin.

Duniaku kini penuh misteri.
Semenjak kedatangan tamu hati yang tak ku kenali jiwanya.
dan hingga saai ini aku masih mencari makna keberadaannya dalam kisahku.



21:27
13.09.11

11 Makna

Aku mencari makna tentang sebuah makna dari makna yang belum termaknai dengan makna apapun.
dan tidaklah mudah memaknai makna yang terlanjur memiliki makna tersendiri hingga makna tersebut bergitu terasa bermakna maknanya.
.....



21:03
16.09.11

13 Mimpi

Aku bermimpi memimpikan sebuah mimpi yang tak pernah telintas dalam mimpiku tuk memimpikan mimpiku itu.
huft.... mimpi yang menyebalkan.
karena mimpi itu dalam tidurku, aku tak bisa bermimpi tentang mimpi yang selama ini aku ingin memimpikan mimpi-mimpi itu.
....




20:55
16.09.11

Lama

Lama.
Terasa lama.
Begitu lama.
Sangat lama.
Entah berapa lama.

Lama.
Mungkin sudah begitu lama.
Karena memang sangat lama.
sudah terlalu lama.

Lama.
Lama.
Lama.
Seberapa lama lagi?
kiranya masih lama.
Sangat lama.
dan teramat lama.




20:49
16.09.11

Jumat, 08 Juli 2011

Biarkan Angin Tetap Ada

Bila esok tak lagi ku sambut mentari pagi
Bila esok tak lagi ku jemput langit berseri
Dan bila esok tak lagi ku temui pelangi
Mungkin aku telah pergi
Tak kembali
Tapi ingatlah satu hal yang pasti
Angin kan tetap ada disini
Menemani hari-hari bumi
Bersemayam di hati
•••●○●•••
Ruangan ini semakin ku rasakan pengap. Tak nyaman lagi. Entah karena aku bosan terlalu lama disini sendiri. Atau lebih karena wangi obat-obatan dan cairan alcohol yang begitu menyengat hidung. Atau mungkin karena aku merasakan kelelahan yang teramat sangat dengan pikiranku sendiri ketika ingin membenamkan berbagai peristiwa yang ku alami hari ini dalam ingatanku yang tak sempurna.

“Terkadang aku takut memejamkan mata di malam hari. Aku takut bila terbangun di esok pagi, aku mendapati kenyataan-kenyataan yang begitu asing bagiku.” Lirihku sambil menatap nanar sosok bayangan yang terpantul di kaca.

Tampaknya malam ini hujan akan kembali menyapa. Langit begitu hitam pekat. Tak satu pun bintang bermunculan disana. Bulan pun tak hadir. Awan mendung rata merajai di angkasa. Huft…

Ku raih sebuah buku bersampul biru yang tergeletak di atas meja kecil disamping ranjang. Lembar demi lembar ku buka perlahan. Mencoba tuk resapi deretan kata-kata yang tertulis di atasnya. Tinta warna hitam yang menghias kertas putih itu tertata rapih. Teratur. Mataku terpaku pada lembar ketiga di buku itu. Tertanggal 22 Januari 2011

… Sore tadi aku jalan-jalan di taman. Suster Nay yang biasa menjagaku, tidak menemaniku. Ia harus menghadap dr. Syafa untuk melaporkan catatan medisku. Dan jadilah aku sendiri, duduk di taman sepi menikmati matahari yang perlahan menghilang di balik rimbun pohon flamboyan. Tadinya ku pikir akan bosan melewati waktu senja sendiri. Namun ternyata aku salah. Aku justru bertemu dengan seseorang. Kaze,namanya…

•••●○●•••

“Hai gadis manis. Sedang apa kau disini?” suaranya terdengar begitu renyah.

“Aku sedang menunggu.” Jawabku tanpa mengalihkan pandangan.

“Menunggu waktu senja berakhir?” Sontak pertanyaan itu mengagetkanku.

“Bagaimana aku tahu tentang itu?” Ku tatap sesosok lelaki yang sedari tadi duduk di sampingku.

“Karena itu juga yang sering ku lakukan.” Ia tersenyum.

Sejenak kuperhatikan senyum yang mengembang di bibirnya. Matanya cokelat bulat memiliki sorot tajam, namun menedukan.

“Rasanya aku mengenal lelaki ini” Seruku dalam hati. Tapi siapa dia? Dimana kau mengenalnya? Kapan? Lalu muncullah pertanyan beruntun dalam otakku.

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Aku merasa tak asing denganmu.” Ragu aku mengungkapkannya.

“Hmm… mungkin pernah. Suatu waktu.” Jawabnya dengan tenang. “Siapa namamu?”

“Aku, Angin. Orang-orang memanggilku Angin.” Sahutku penuh semangat. “Kamu siapa?”

Dia kembali tersenyum. “Seperti namamu, kau angin yang menyejukkan. Panggil aku Kaze.”

•••●○●••• 

Tetes-tetes embun masih menempel di kaca, saat ku buka tirai penutup jendela. Aroma wangi tanah yang bercampur sisa rembesan air hujan semalam langsung memenuhi rongga dada, begitu ku geser sebuah pintu yang terbuat dari kaca itu. Hujan memang selalu meninggalkan jejak khas disetiap kehadirannya. Dan aku selalu menyukai itu. Aku selalu mencoba menafsirkan bekas tanda yang diisyaratkannya.

“Kurasa hujan semalam ingin mengabarkan berita baik tentang hati ini.” Ucapku riang.

Fajar terlihat malu-malu menampakkan dirinya. Bersembunyi di gumpalan kabut pagi hari. Seperti enggan menyapa penghuni bumi yang siap menapaki tiap helai-helai baru di waktu yang menyambut. Berbeda dengan hawa angin saat ini. Sejuk. Lembut. Menyemangati hari.

Waktu telah menunjukkan pukul 05.15. namun langit masih terlihat gelap.

“Meski semua yang ku hadapi tampak asing di memoriku, tapi aku tahu satu hal. Sudut ini lah yang selama ini membantu ku mengingat apa yang selalu aku rasa saat mengagumi pesona semesta.” Gumamku sendiri.

Purnama diwaktu subuh menggantung dengan indah di ufuk timur. Dengan santainya dia bertengger di bingkai kelam bersama satu bintang yang terang. Nuansa sunyi balkon tempat aku bediri saat ini mendukung pagelaran alam yang menakjubkan. Tak tergantikan.

•••●○●•••

Hingga akhirnya matahari merajai puncak singgahsananya, aku masih betah sendiri. Duduk si sebuah kursi yang terbuat dari anyaman rotan. Angin yang membelai pori-pori kulit menerbangkan debu peluh ke wajah, menyadarkanku. Kosong.

Ternyata, tak banyak perubahan berarti yang terjadi padaku. Justru aku semakin merasa tak mengenali apapun yang terjadi di sekitarku. Aku bahkan sering bertanya pada diriku sendiri, “Untuk apa aku berada disini?”

Ya. Pertanyaan itu kadang muncul begitu saja. Melintas dalam benakku ketika tak ada satu pun yang ku pikirkan. Dan ketika itu terjadi, otakku seperti mencoba membongkar puluhan ribu dokumen yang tertumpuk di dalamnya.

Butuh beberapa lamanya untukku temukan jawabannya. Entah mengapa aku begitu kesulitan saat melakukannya. Mencari sebuah alasan dari lembar-lembar masa lalu yang menyebabkanku tampak seperti orang asing disini. Tempat yang menurutku terlalu aneh untuk dijadikan sebagai hunian yang nyaman dengan aroma khas zat-zat kimia yang menyengat di setiap sudutnya.

Lalu saat semuanya menjadi jelas dihadapanku. Seperti cahaya lilin di tengah-tengah sebuah ruangan yang gelap. Meski temaram, tapi cukup memberi penerangan. Itupun yang ku rasa. Hanya tersenyum getir yang dapat ku lakukan untuk sebuah keberhasilan memecahkan pertanyaan klise itu.

Karena suatu hal aku berada disini. Karena sesuatu yanag mungkin tak banyak orang mengalaminya. terdapat masalah dalam system sarafku yang dikenal dengan nama Alzaimer.

•••●○●•••
Ini kelima kalinya aku melewati suasana sore dengan Kaze di taman rumah-ku ini. Sejak pertemuan pertama kali yang terjadi 2 pekan yang lalu. Seingatku itu adalah senja yang penuh kejutan. Berawal dari kemunculannya secara tiba-tiba. Lalu tentang kebiasaanku setiap matahari akan tenggelam yang ternyata Kaze juga suka melakukan itu. Kemudian berlanjut dengan perbincangan hangat yang mengalir begitu saja. Seakan kami telah mengenal satu sama lain sebelumnya.

Aku semakin merasa yakin bahwa kami pernah bertemu, dulu. Tapi, aku sama sekali tak bisa mengingatnya juga, seberapapun kerasnya aku mencoba mengingat, tak ada hasil yang memuaskan. Selalu percuma.

Aku kembali melontarkan pertanyaan yang sama seperti diawal kami bertemu. “Aku sungguh merasa tak asing denganmu. Apakah dulu kita pernah saling mengenal sebelumnya?”

Kaze hanya tersenyum.

Aku bingung. Aku sangat yakin bahwa aku pernah dekat dengannya. Namun, sekali lagi. Keyakinan itu tak cukup mampu tuk membuka ingatanku yang tersumbat. Aku semakin bertambah heran, ketika Kaze dengan santainya menceritakan semua hal yang dia ketahui tentangku. Bahkan kebiasaanku menatap langit saat pagi hari pun sepertinya sudah berada di luar kepalanya.

“Siapa kau sebenarnya, Kaze?” Aku larut dalam duniaku sendiri. Semakin lama. Semakin dalam. Hingga lantunan sebuah syair yang dinyanyikan Kaze membuyarkan lamunanku.

sebuah kisah yang terlahir. Bolehlah ku ingat-ingat. Saat kita bersama… bercanda tertawa…

Syair itu… sepertinya aku mengenal syair itu. Tapi…??

Tanpa menghiraukan keterkejutanku akan hal yang baru saja ku dengar, Kaze tetap melanjutkan memetik gitarnya dan asyik bersenandung dengan lagu yang sangat familiar di telingaku.

Begitu banyak cerita ku ingin akhir bahagia. Walaupun esok nanti….” Sejenak Kaze menghentikan jarinya bermain dengan gitarnya. Hening.

Ku berdoa semoga kita kan bersama…” Refleks aku melanjutkan syair lagu yang terhenti itu. Meluncur begitu saja. Tanpa ada proses berfikir sebelumnya. Seolah-olah aku mengerti itu bait yang harus ku nyanyikan.

Namun bukan hanya aku yang shock akan situasi yang tengah terjadi. Kaze pun tak kalah kaget.

“Kau ingat lagu itu?” Gurat di wajahnya Nampak tak percaya.

“Aku hanya merasa lagu itu seperti sudah melekat erat di benakku.” Jawabku singkat.

Kami pun lalu bersama-sama menyanyikan lagu itu kembali. Menyenangkan. Itu yang ku rasa.

•••●○●•••

Semuanya seolah bisa ku ingat seketika. Semuanya. Kenangan-kenangan tentang kisah ku dulu sebelum aku di vonis mengidap penyakit ingatan ini. Aku terpukul saat perlahan memori itu terulang dalam otakku seperti sebuah film dokumenter yang di putar ulang.

Adalah sebuah liontin yang berinisial DA yang ku temukan tersimpan di laci, yang mengingatkanku.. kalung cantik itu yang pernah ku miliki. Hadiah ulang tahunku yang ke-15. Pemberian Kaze. Lalu aku seakan keluar dari gulita. Cahaya benderang terangi ingatanku yang gelap.

Tentang ketidakmampuanku menyimpan memori di otak. Tentang frustasiku menerima kenyataan ini, hingga meninggalkan satu-satunya orang yang ku miliki, kakak kandungku yang tak lain adalah Kaze.

Belum usai keterkejutanku akan kembalinya kumpulan data yang menyimpan cerita masa laluku, seseorang masuk ke kamarku. Terengah-engah dia berbicara, “Angin. Ka…Kaze. Dia…Kaze meninggal.”

Sontak, liontin yang berada dalam genggamanku terjatuh ke lantai menimbulkan suara gemerincing.

Kemudian mengalirlah kronologis sebuah kecelakaan dini hari kemarin. Yang terjadi di persimpangan jalan di depan gedung berlantai 4 ini. Kecelakaan antara sebuah minibus dengan sepeda motor. Pengemudi sepeda motor itu tak lain adalah Kaze, terluka sangat parah.

“Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Kaze menitipkan surat ini untukmu.” Seseorang berseragam putih-putih itu menyerahkan sebuah amplop berwarna jingga padaku.

Tanganku gemetar menerimanya. Ku buka lalu ku baca surat itu.

 Angin lembutku yang manis -Diandra Aditya-
Di hari ini, hari yang selalu kau nanti (semoga kau mengingatnya) aku ingin memberimu sesuatu yang dulu sangat kau inginkan. Maafkan aku yang baru bisa menyelesaikannya sekarang. Semoga kau tersenyum senang dengan hadiah ini.
Kaze yang selalu ada bersamamu –Damara Aditya-
•••●○●•••

Tiga hari belakangan hujan terus mengguyur bumi dari langit senja. Muram. Tak ada acara menjamu alam seperti sore-sore sebelumnya. Tak ada lembayung jingga di ufuk barat. Kelam. Semuanya tampak dipenuhi kabut.

Menatap butiran Kristal air yang turun berirama dari balik pintu kaca selebar 1x2m. hatiku dihinggapi rasa rindu. Rindu yang teramat pada sosok Kaze. Sosok yang beberapa minggu terakhir selalu menemani sisa waktu sebelum malam menjelang. Sosok yang selama ini aku yakini begitu dekat denganku bahkan sebelum pertemuan 22 Januari lalu. Dan sosok itu kini menghilang. Kaze telah pergi meninggalkanku sendiri.

Namanya adalah Damara Aditya. Itulah nama Kaze yang sebenarnya. Sama seperti namaku, Diandra Aditya. Ya. Aditya memang nama belakang aku dan Kaze, seharusnya aku menyebutnya kakak. Begitu seharusnya. Tapi aku terlambat menyadarinya.

Sebuah naskah dengan judul ‘Menari Bersama Angin’ tergeletak lusuh di pangkuanku. Beberapa lipatan menghias di permukaannya., karena genggaman tanganku yang terlalu kencang meremasnya.

“Kak, aku akan membuat sebuah pementasan drama. Kakak bersedia membantuku menyusun naskahnya? Aku menjadi Angin, peran utama dalam cerita itu.” Percakapan satu tahun silam menggema di telingaku.

“Hmm, kalau kamu menjadi Angin, maka aku adalah Kaze, sang angin pula. Kita akan sama-sama menjadi angin dalam cerita yang akan kita buat.” Ucap Kaze kala itu, bersemangat.

Aku terenyuh dalam alam bawah sadarku. Melayang ke masa silam, saat masih bersama Kaze. Mengingatnya selagi aku masih mampu. Dan bila nanti suatu saat aku kembali kehilangan ingatanku, aku tak perlu cemas memikirkannya. Karena dia adalah bagian dari jiwaku.

Angin dan Kaze. Kami sama. Aku akan tersenyum seperti yang selalu dia lakukan.. mungkin aku melupakannya dalam pikiranku.. Aku tahu Kaze akan selalu ada dan tetap ada di dekatku.

“Biarkan angin tetap ada. Meski raganya telah tiada.” Desahku pada angin lain yang sedang berhembus di dimensi biruku.[MR_3.3.11_23:07]

•••●○●•••

Antara Diya dan Dhiya

Antara Diya dan Dhiya, ada jarak yang terbentang.
Antara Diya dan Dhiya, ada sejarah yang terukir.
Antara Diya dan Dhiya, ada luka yang tertoreh.
Antara Diya dan Dhiya, ada bahagia yang terselip.

Antara Diya dan Dhiya, tidaklah sama.
Antara Diya dan Dhiya, sungguhlah berbeda.
Antara Diya dan Dhiya, sebuah perbedaan dalam kesamaan.

Antara Diya dan Dhiya, dua kisah tercipta.
Antara Diya dan Dhiya, dua cerita tersuguhkan.
Antara Diya dan Dhiya, menjadi satu dalam jiwa.

Antara Diya dan Dhiya, begitu banyak airmata tercurah.
Antara Diya dan Dhiya, tak sedikit senyum terkembang.
Antara Diya dan Dhiya, senyum berbaur dalam airmata.

Lalu antara Aku, Diya dan Dhiya, seuntai rasa hadir.
Terlahir dari pencarian ketulusan hati yang mencoba memaknai apa itu cinta.




15:25
3.7.11

Jumat, 24 Juni 2011

Aku, Sendiri, Menangis

detik ini.

disaat waktu terus berlalu.

tanpa memperdulikan apa yang terjadi di sekitarnya.

aku seorang diri.

menatap nanar ke sebuah layar persegi.

deretan kata terangkai.

hanya sederhana.

namun, entah apa yang ku rasa.

aku menangis.

dan masih sendiri.

jangan tanyakan mengapa.

karena aku tak tahu.

jangan hibur aku.

karena aku tak sedang bersesdih.

aku hanya menangis.

aku sendiri dalam diam hati merintih.

aku sendiri dalam sunyi suara hati.

lalu aku menangis sendiri.

dalam pilu yang kembali memenjarakan diri dalam jeruji gudang memori.





21.6.11
12.03

Satu Yang Pertama

Satu yang pertama.

bahagia.

itu yang kurasa.



Satu yang pertama.

penuh cerita.

itu yang ku cipta.



Satu yang pertama.

untuk selamanya.

itu yang kudamba.



...



kau yang pertama bagiku.

aku yang pertama untukmu.

kau dan aku yang pertama.



...



pertama dalam hidupku mengalaminya.

pertama dalam hidupmu menjalaninya.

kitalah yang pertama.



...



jika memang bukan yang pertama,

hiraukanlah.

pun bila bukan yang pertama,

tak masalah.

karena bagiku pertama hanyalah sebagai permulaan.

karena yang terpenting adalah terakhir, untuk selamanya...




10.6.11
11.11

Hanya Untukmu

untukmu yang kini telah menyentuh hatiku.

untukmu yang kini telah menemukan kunci hatiku.

untukmu yang kini telah membuka pintu hatiku.

untukmu yang kini telah mengisi ruang kosong di hatiku.

untukmu yang kini telah mebobati luka pedih menyayat di jiwaku.

untukmu yang kini telah menjadi penawar rasa gelisah di malam-makamku.

untukmu yang kini telah menghapus sunyi dari hari-hariku.

untukmu yang kini telah mengubah airmata menjadi tawa.

untukmu yang kini telah mengganti duka menjadi bahagia.

untukmu yang kini telah merajai ranah kerajaan imajinasi.

untukmu yang kin telah mengajari arti ketulusan memberi.

untukmu yang kini telah menemani diri yang sepi.

untukmu yang kini telah membasuh kecewa dengan senyuman.

...

hanya untukmu akan ku persembahkan segala yang terindah.

karena hanya untukmu aku ada...



13.6.11
11.39

Mendung di Dalam Mega

Aku adalah Mega. Segumpal awan hitam di hamparan langit. Yang tak pernah bersinar dan tak pernah menangis.

Aku adalah Mega. Selalu mendung. Selalu sendiri. Dan namaku adalah Mega.

~***~

Hari ini, tepat di hari ulang tahunku yang ke-17. Aku melewatinya seperti hari-hari biasa. Tak ada ucapan selamat ataupun acara potong kue. Mungkin bagi orang lain, saat seperti ini adalah saat terindah. Saat bersenang-senang dengan teman untuk menikmati ingahnya kehidupan remaja. Tapi bukan cerita itu yang ku jalani saat ini. Bukan pula masa seperti itu yang ku rasa selama ini. Menurutku, setiap hari adalah sama. Tak ada yang berbeda. Sweet Seventeen-ku tak berarti. Bahkan bisa di katakan menyedihkan.

Hingga di usiaku yang ke-17, aku tak punya sahabat. Teman pun tak ada. Yang aku punya hanyalah seorang ibu, itupun kau tak merasakan kehadirannya. Dan, seseorang yang dulu pernah mewarnai kisahku, tapi kini dia telah pergi jauh. Meninggalkan aku hingga ke alam sana.

Dan lagi-lagi aku sendiri. Karena kau adalah Mega. Mega yang kelabu.

~***~

Matahari bersinar seperti biasanya. Dan sinarnya yang terik mengisahkan ia selalu bahagia. Tak seperti diriku saat ini. Tak bersinar. Cahayaku redup diantara cahaya-cahaya yang lain.

Kini aku sedang duduk sendiri di sudut ruang kelas. Aku tak dapat berkutik dari keadaan seperti ini. Aku seakan terpenjara dalam duniaku. Sendiri. Sehingga aku tak bias terbang bebas merasakan indahnya dunia yang lain.

Aku hanya bisa memandang semua yang terjadi disekitarku dari titik dimana aku berada saat ini. Aku malihat di sudut depan kelas, sekelompok siswi sedang asyik membicarakan sesuatu. Entah itu tentang fashion atau tentang gossip terbabu di sekolah ini. Sementara itu, di sudut yang lain, beberapa siswa tengah bernyanyi riang menyanyikan lagu-lagu populer.

Dan tuk kesekian kalinya. Aku sendiri. Sendiri di tengah keramaian. Semuanya ku rasa tak ada disini. Mati. Karena sekali lagi. Aku adalah Mega. Yang tak ditemani mentari.

~***~

Tak seperti hari-hari biasanya. Untuk kali ini aku merasa tak menjadi mega. Tapi aku adalah awan putih di tengah-tengah kilau sang surya.

Aku bahagia karena hari ini aku mendapat pujian dari banyak orang, saat pelajaran Seni Budaya.

“Penjiwaan yang bagus, Mega. Kembangkan bakar seni yang adda dalam dirimu. Ibu yakin suatu saat nanti kamu akan menjadi pemain teater yang hebat.” Kata guru Seni Budayaku setelah aku selesai memainkan peran dalam pementasan teater sebagai tugas akhir semester.

“Mega, kamu keren banget. Aku suka.” Sahut Rea dengan nada antusias.

“Waah! Sepertinya kamu punya bakat jadi pemain teater yang terkenal, Mega. Akting kamu luar biasa.” Ujar Syisha tak mau kalah member pujian. Karena ia memang sangat mengerti tentang dunia pementasan dan akting.

Mendengar begitu banyak ucapan manis untukku, aku tersipu. Pipiku mungkin merah merona saat ini.

Untuk pertama kalinya aku sangat bahagia. Inikah indahnya hidup yang sesungguhnya? Ketika kita bisa bersama dengan teman-teman. Ketika aku bukanlah Mega yang tak bersinar.

~***~

Ternyata, kebahagiaan yang baru beberapa hari aku rasakan, kini tak tersisa. Sedikitpun tidak. Semuanya lenyap. Kehidupanku kembali seperti biasanya. Berwarna kelabu.

Sehari setelah acara pementasan terater yang penuh pujian, teman tak ada yang mengajakku bermain bersama. Mereka sibuk denagn dunianya masing-masing. Aku seakan tak ada di tempat dimana aku menghabiskan waktu lebih dari 7 jam dalam sehari.

Warna hangat kebersamaan yang beberapa waktu ku alami berubah menjadi suasana hening. Dan aku kembali menjadi Mega. Mega yang tak berwarna.

~***~

Setelah hampir 1 tahun aku menghuni kelas ini. Menjalani hari-hari dengan para penghuni yang lain. Ku kira mereka sudah mengerti diriku. Tapi aku salah menerka. Mereka sama sekali belum memahami perasaanku. Aku kecewa.

“Hai Mega! Aku dengar, kamu anak brokenhome ya? Ayahmu mati dalam kecelakaan mobil karena saat mengendarai mobil, Ayahmu bertengkar hebat dengan Ibumu soal perselingkuhan yang dilakukan Ayahmu dengan adik Ibumu, akhirnya terbongkar!?” Ucap Resti ketika aku baru memasuki kelas.

Aku merasa anak-anak yang lain menertawakanku. Seolah kisah pahit hidupku itu sebuah lelucon yang lucu. Suami selingkuh dengan iparnya sendiri!? Huft… lucu sekali.

Anak yang lain pun ada yang ikut menyahut perkataan Resti yang tadi, “Wooou, keren! Bisa-bisanya seorang suami main serong dengan adik kandung istrinya. Kalau aku sih ya, malu banget tuh punya bapak yang kelakuannya seperti itu. Mau taruh dimana mukaku ini?!?. Hhahaha.”

Aku semakin kecewa karena tak satu pun dari mereka yang dapat bersikap bijaksana. Semuanya masih asyik tertawa. Menertawakan diriku ajuga keluargaku.

Kali ini, Mega berubah menjadi hujan lebat. Aku menangis. Lebih tepatnya menangisi crita hidupku yang kelam.

~***~

Aku pikir peristiwa memalukan saat itu akan terlupakan dengan sendirinya oleh anak-anak. Layaknya hembusan angin lalu yang sesaat. Lenyap dan pergi begitu saja. Namun kembali aku salah menilai. Mereka bahkan semakin menjauh dariku. Mereka masih saja memperbincangkan kenyataan pahitku.

Aku yang selama ini diam, mulai terjadi gemuruh di hatiku. Aku meronta pada diriku sendiri. Aku tak bias berbuat apa pun. Aku benci keadaanku yang seperti ini. Aku marah. Hingga saat ini aku tak lagi sebagai awan hitam. Tapi telah menjelma menjadi kilatan petir.

~***~

Lama sudah aku mencoba tak memperdulikan sikap mereka padaku. Lebih baik aku menjadi mega. Mega yang tak bersinar seperti mentari. Ataupun mega yang berubah menjadi hujan lebat disertai kilatan petir.

Andai saja mereka mengerti. Tak selamanya air itu tenang. Tak selamanya angin itu lembut. Jika saja mereka nemahami air tenang dapat berubah menjadi gelombang tsunami besar yang dapat menelan ribuan jiwa. Angin lembut dapat berubah menjadi badao dahsyat yang bisa menerbangkan segala sesuatu yang ada di dekatnya.

Tapi mereka tak mengerti. Meraka tak mau memahami. Mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri. Selalu memikirkan hidupnya. Dan selalu mementingkan dirinya sendiri. Uh…! Aku tak tahu isi kepala mereka.

Andai ku bisa merasakan kebahagiaan. Andai ku tak terbelenggu. Terkurung dalam diriku sendiri. Ingin kurasakan arti sebuah ketulusan bersahabat. Saling berbagi cerita dan saling mengerti.

Sayangnya, aku adalah Mega. Tak bisa menjadi pelangi yang berwarna. Apalagi menjadi mentari yang bersinar terang. Karena aku tetap Mega. Dan di dalam Mega ada mendung yang setia menemani, mengisi lembaran buku kehidupan Mega.[MR_19.3.09_21:06]

Sabtu, 11 Juni 2011

Bantu AKu

Bantu aku ...
Terkadang aku terlalu buta
Untuk melihat kenyataan yang terhampar di hadapan mataku.

Bantu aku ...
Terkadang aku terlalu tuli
Untuk mendengar bisikan-bisikan di sekitarku.

Bantu aku ...
Terkadang ak terlalu bisu
Untuk mengungkapkan keinginan hatiku.

Bantu aku ...
Tuntun aku ...
Ajari aku ...
Bantu aku tuk memahami apa yang trjadi di sekelilingku.

Jumat, 10 Juni 2011

Cinta Kita : Sang Anaphalis javanica

Cintaku...
Laksana bunga edelweis,
Sang Anaphalis javanica, tumbuh di puncak-puncak gunung yang sulit terdaki.
Begitupun cinta kita yang penuh perjuangan dan pengorbanan demi merengkuh bahagia bersama.

Cintaku...
Laksana bunga edelweis,
Sang Anaphalis javanica yang putih, halus, dan lembut,
begitupun cinta kita yang suci lagi tulus.

Cintaku.
Laksana bunga edelweis,
Sang Anaphalis javanica yang tiada pernah layu meski jatuh dan terberai dari tangkainya, begitupun cinta kita yang abadi dan tiada pernah mati.




[dikutip dari Alamendah's Blog dengan sedikit perubahan]

Dialog Hati dan Pikiran #4

...

"Bukankah hidup itu bahagia? Bagaimana jika bahagiaku belum termaknai?"

Apa yang kamu pikirkan? kau anggap hidupmu belum bahagia?

"Bukan begitu maksudku."

Lalu mengapa kau berfikir seperti itu?

"Aku yakin aku telah bahagia dengan duniaku saat sekarang. Tapi bagainama jika bahagiaku bukan bahagia orang-orang disekitarku? Aku ingin mereka ikut bahagia denganku."

Hei! lihat dengan matamu! Buka hatimu. Mereka ada denganmu untuk bahagia bersama.

"Oooh, benarkah?"

Iya. Kau terlalu sibuk denagn duniamu sendiri hingga kau tak menyadainya.

"Hmmm, Kalau begitu baiklah. Aku tak akan ragu lagi. Aku kini tak merasa gelisah lagi. Terimakasih."

Yaa. Kembali kasih.

...



08.06.11
09:52

Edelweis



Setangkai edelweis yang kau beri padaku

Hadiah termanis yang pernah ku terima

Kuntum bunga pertamaku dari seseorang

Bunga keabadian, orang-orang menyebutnya

Semoga cerita indah dihidupku pun abadi

Bahagia, Selamanya

...


_Terimakasih telah menepati janjimu_



08.06.11
09:33

Bintangku ... #3

Bintangku yang paling bersinar,

Kidung lagu rindu ku dendangkan.
Di malam-malam yang menjelajah waktu.
Denting irama merdu mengalun dari hati.
Bercerita aku dalam diam sendiri.
Tentang kisahmu.
Tentang Bintangku.

Berpuluh purnama berlalu meninggalkan.
Dan gelap masih setia memelukku.

Belum mampu ku yakinkan diri.
Meraba kepastian arti hadirmu di duniaku.
Karena yang ku lihat kini,
keindahanmu hanya menari-nari dalam dimensi khayalku



05.06.11
19:03

Bintangku ... #2

Bintangku yang paling bersinar,

Terkadang aku rindu dekat denganmu.
Rindu akan terang cahayamu.
Kala gulita melanda, banyang cemerlangmu seolah hadir
Membius alam inajinasi.

Bingkai malam yang menaungimu
Semoga senantiasa menjaga rupa mempesonamu.

Bila nanti kudapati diri telah siap.
Tunggu aku.
Aku akan menjemputmu dan membawamu.
Ke dalam ruang hati yang penuh cinta untukmu.
Bintangku ...



04.06.11
20.04

Selamat Tinggal Cinta Pertama

"...... ku tulis ini saat tersedih

menunggu dirimu yang tak bersalah

terpisahkan karna keadaan


selamat tinggal cinta pertama

mengisi waktu ku, memberi rasa

tak terlupakan



tak mudah ungkapkan dengan hati

saat senyum dan tangis menyatu

tapi ini terbaik untukku dan untuk dirimu


hanya waktu yang mampu mengerti

betapa berat perpisahan ini

semoga cerita cinta ini

menjadi kenangan indah nanti



pelukan ini untuk dirimu

adalah pelukan dari hatiku

terakhir kali



hanya waktu yang mampu mengerti

betapa berat perpisahan ini

semoga cerita cinta ini

menjadi kenangan indah nanti ......"




usai ku nyanyikan lagu "selamat tinggal cinta pertama". ada rasa yang tak menentu hadir menggelayuti diri. entah apa gerangan.

telah ku lewati bertahun-tahun waktu yang berlalu. dengan airmata. dengan kepedihan. dengan penuh kesetiaan. tak pernah aku sesali. karena aku mengerti ini hanya cerita yang pasti kan berakhir. dan inilah saatnya.

selamat tinggal tinggal cinta pertama.

kau kini telah bahagia dengan yang lain, aku pun akan bahagia dengan dunia baruku. dunia baru tanpa dirimu, tanpa rasa itu. karena aku muncul dengan jiwa yang kembali putih.

aku yang kini sendiri, tak lagi menangis karena rindu. karena rindu telar sirna bersama angin yang membawamu pergi menjauh dariku. aku yang kini sendiri, tak lagi merintih karena perih. karena perih telah musnah bersama pelagi yang membuatku tersenyum.

selamat tinggal cinta pertama.

aku menyimpan kenangan itu dlam album biruku.
ku simpan bersama semua memori tentangmu.

selamat tinggal cinta pertama.

aku kini akan menjemput cinta baruku. dengan pintu hati yang terbuka lebar untuk menyambut bahagia yang telah menantiku idi ujung jalan ini.

selamat tinggal cinta pertama...



07.06.11
20.03

Sabtu, 21 Mei 2011

Rintih Rindu untuk Bintangku ( Estrella de Felize)

Puluhan malam sunyi ku lewati.
Hanya untuk menantimu.
Berharap paras indahmu kan ku jumpai, lagi.
Bermimpi agar pesonamu damaikan tidur gelisah.
Ketika suatu detik seolah terhenti.
Menginjakkan fakta di gudang memori.
Terhanyut aku dalam kekosongan.
Hampa.
Yang lalu membawaku melayang.
Membumbung tinggi.
Mengangkasa di jagad imajinasi.
Aku sendiri dalam gelap.
Samar kerlip terangmu hadir di sudut gulita.
Menjadi pelita temaniku.
Aku merasakan cahaya dalam hati.
Benderang menghapus kelam.
Hanya sesaat saja.
Perlahan kau menghilang di telan sang waktu.
Perlahan jejakmu menjauh dariku.
Perlahan meredup hingga akhirnnya padam.
Mati.
. . .
Singkat cerikaku bersamamu.
Teramat singkat.
Aku pun belum sempat abadikan kenangan-kenangan kita.
Bahkan, mengukir kisah dalam klamku pun tidak sempat.
Kau telah lenyap.
Kau Pergi.
. . .
Meski begitu,
Biarlah.
Serpihan sinarmu masih ku simpan dalam diam jiwaku.
Karena kau tetaplah bintangku.
Bintang biruku.
Bintang kebahagiaanku.
Estrella de Felize.


18.04.11
18.47

Pangeran kecilku

Pangeran kecilku,
Jangan bermasam muka.
Tertawalah.
Lihatlah rembulan.
Menghujanimu dengan cahayanya.
Bermainlah dengan jiwamu.
Bawalah ia menari.
Menyanyi.
Dendangkan lagu ceriamu.

Pangeran kecilku,
Jangan berdiam diri.
Berlarilah.
Raih anganmu.
Gapai mimpimu.
Bintang setia menanti.
Dengan sinar terangnya.
Tunjukkan paras rupawanmu.
Hadapkan di muka dunia.

Pangeran kecilku,
Jangan bersedih hati.
Tetaplah tersenyum.
Percayalah akan keajaiban.
Putri idaman dalam khayalmu,
Pasti kan kau temukan.
Jika kau tak menyerah pada waktu.
Benteng rintangan dapat kau robohkan.
Yakinlah pada dirimu.

Pangeran kecilku,
Jangan bermuram durja.
Aku tak ingin kau begitu.
Karena kau pangeran kecilku.
Pangeran kecilku tersayang.
Pangeran kecilku yang teristimewa.



19.05.11
22.09

Jumat, 20 Mei 2011

Cinta Seorang Akhwat


Disini. Di bumi cinta. Benih-benh kasih sayang tumbuh subur. Bunga-bunga kebahagiaan mekar aneka warna. Langit keridhoan Ilahi membentang. Pohon-pohon kesetiaan rindang menghijau. Pilar-pilar kepercayaan kokoh menopang surau; tempat menuai madu. Sungai mengalir mengairi ladang yang gersang. Terkadang hawa amarah melingkupi. Terkadang debu kecemburuan beterbangan. Terkadang badai perselisihan melintas. Sesaat benderang meneranagi gelap dalam sendiri. Sesaat gulita memeluk dalam kekecewaan. Apapun yang terlewati. Apapun yang terjadi. Terkumpul jadi satu. Terekam dalam album memori. Dan semua kisah di bumi cinta akan menjadi cetita tersendiri di hati para pecintanya.
---oOo---
Waktu menunjukkan pukul 19.29 WIB, dan hujan masih saja setia mengguyur bumi sejak satu jam yang lalu. Sesekali kilatan petir memantul dari kaca jendela yang masih terbuka. Wangi melati yang tersiram titik-titik air, menyeruak. Menusuk hidung.

Ku tatap lekat sebuah buku yang tergeletak diatas meja. Beberapa baris kalimat yang ada dalam buku itu, masih terngiang dalam benakku.

“… teman baik, teman yang membantumu untuk menjadi orang baik. Teman sejati yang bisa kau ajak bercinta untuk surga. Dia adalah teman sejati yang benar-benar mau berteman dengan mu, bukan karena derajatmu. Tapi karena kemurnian cinta itu sendiri, yang tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaimu karena Allah. Dengan dasar itu, kaupun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan; karena Allah. Kekuatan cinta kalian akan melahirkan kekuatan dahsyat yang membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan membawa kalian masuk surga …”

Kalimat-kalimat itu seolah membiusku. Membuatku terpana saat menyusuri tiap deret demi deret kata, perlahan. “Dia mencintaimu karena Allah.“, dalam hati aku kembali mengeja kalimat itu. Ada desiran halus meraba hati.

“Mencintai karena Allah.“, terus saja batinku membisikkannya. Apa itu mencintai karena Allah? Bagaimana caranya? Bisakah aku melakukannya? Beberapa rangkaian pertanyaan muncul dalam benakku. Ketika aku merenungkannya, ada kedamaian yang menyusup dalam diri. Tenang. Lalu aku pun mulai terbuai dalam dunia imajinasiku. Sepi dan sendiri.

---oOo---
Ternyata malam telah memasuki arena pekatnya, saat dering di handphone berbunyi. Lalu membuyarkan lamunanaku. Di layar handphone tertera tulisan ‘ In memoriam, 29.05.2005’.
“Huft… ini waktunya.“, lirihku sendiri.

Sunyi sudah membungkam dunia. Remang bulan bercahaya di balik lipatan gumpalan kabut. Suara jangkrik yang bertaburan ke penjuru ruang seperti sentuhan lembut musikus klasik.

Bertahun-tahun yang lalu, saat aku baru mengenal tentang cinta. Seorang pemuda datang padaku. Menawarkan padaku untuk terbang menjelajahi bumi cinta. Merasakan manisnya berbagi kasih saying. Tapi, aku masih terlalu awam. Dan ku pukir ini belum saatnya bagiku untuk menyelami lebih dalam tentang cinta.
Puluhan purnama telah terlewati. Dalam diam tanda tanya, kebimbangan masih menyelimuti diriku.

“Yaa Rabb, bila aku salah tafsirkan rasa yang muncul di hati, mohon terangkanlah. Bila aku salah artikan debu-debu yang menghias di kalbu, mohon jelaskanlah. Bila aku salah terjemahkan bahasa yang tersirat di jiwa, mohon benarkanlah. Karena sungguh sepenuhnya aku menyadari, akalku tak mungkin bisa sempurna menggapai rahasia di balik tabir nuansa yang hadir indah menyusup di detik-detik yang ku lalui. Mohon tunjukkan padaku yang sebenarnya. Agar tak salah saat aku ingin mengukir rona-rona elok itu di kalamku. “

---oOo---
Semakin aku melihat cinta dunia, semakin aku tak ingin merasakannya. Walau tak ku pungkiri, cinta dunia itu bukanlah hal yang selalu negative. Tapi, entah. Aku meragu pada adanya substansi ketulusan dalam cinta dunia yang diagung-agungkan oleh kebanyakan orang. Aku memang belum mempunyai pengalaman dengan hal semacam itu, tapi kenyataan yang disuguhkan di hadapanku cukup menjadi landasan mengapa aku berpendapat seperti ini.

Mungkin bagi sebagian orang yang telah menjalin sebuah kenangan dengan cinta dunia, mereka beranggapan bahwa apa yang aku pikirkan adalah sesuatu yang dinilai picik. ~aku menyimpulkan sesuatu hanya dari secuil cerita-cerita yang dibawakan cinta dunia~ Tapi, tak salah bukan jika persepsiku demikian?

Terkadang, terbesit di benakku sebuah pertanyaan klise. Apakah mereka telah mengerti hakikat dari cinta itu sendiri? Ironis. Disaat sebagian menilai cinta itu indah, namun beberapa diantaranya justru sakit terluka karena cinta yang mereka rasa. Adakah mereka berfikir, landasan apa yang menjadi cinta dunia itu? Bukannya sebuah alasan.
Aku tak bias munafik, jika sesekali muncul hasrat untuk mencicipi cinta dunia. Tetapi ada cinta lain yang lebih ingin aku gapai. Cinta yang tak membawa dendam dalam kekecewaan. Cinta yang tak menyisakan kesedihan dalam air mata. Cinta yang tak terkontaminasi oleh debu-debu nafsu. Cinta yang ketika ia hadir di hatiku, maka dapat dengan mantap aku katakana “ Uhibbuka Yaa Rabby…”, Aku mencintaimu karena Allah…
Itulah cinta yang aku damba …

---oOo---
Sepenggal kisah tercatat dalam sejarah. Sepenggal kenangan terangkum dalam jiwa. Dan sepenggal cinta tersimpan dalam hati. Sebuah kisah selalu berganti tema ceritanya. Ada bahagia maupun lara. Sebuah kenangan selalu memberi kesan tersendiri. Kesan terindah ataupun kesan menyedihkan. Namun sebuah cinta akan selalu hadir memberi warna di kehidupan.

Dengan sejarah kita belajar dari masa lalu. Dengan jiwa kita mengerti makna kehidupan. Dan dengan cinta kita mendapat semangat untuk tegar menjalani hari esok. Karena cinta sumber inspirasi.

Seiring putaran detik, banyak cerita mengalir di hidupku. Semuanya berjalan alami tanpa pernah ku pikirkan sebelumnya. Mungkin inilah scenario yang telah dipersiapkan Tuhan untukku.

“Kita telah sama-sama dewasa. Kau dan aku bukan lagi seorang anak remaja yang labil. Melainkan kita telah bisa merangkai berbagai makna dari semua peristiwa yang telah kita lalui.” Ucap Rhieuhal lembut ketika tanpa sengaja aku bertemu dengannnya pada acara seminar di salah satu hotel ternama di kota Cirebon.

“Lama waktu yang berlalu diantara kita membuat semuanya berubah.” Jawabku dengan pandangan tertunduk.

“ Tapi tidak dengan hatiku. Aku masih menunggumu, Shafa.” Tegas Rhieuhal.

Sungguh sebenarnya aku merasa terkejut saat itu. Setelah beberapa tahun dia menghilang, kami tiba-tiba dipertemukan kembali, tepat 5 tahun setelah Rhieuhal mengungkapkan perasaannya padaku untuk pertama kali.

Dan kereta waktu terus melaju. Sedikit demi sedikit keresahan kembali hadir mengusik hari-hariku. Sepenggal keraguan mencekam sendi-sendi pendirianku. Mimpi-mimpiku semakin sarat akan hadirnya Rhieuhal dalam alam bawah sadar. Itu membuatku termakan ketakutan-ketakutan yang membinasakan ketenangan hati yang selama ini ku jaga.

“Yaa Allah, inikah saat yang telah Engkau persiapku untukku?”

Aku menghela nafas panjang. Perlahan. Meresapi tiap udara yang memenuhi rongga dada. Angin malam semakin dingin ku rasakan. Menusuk tulang.

---oOo---
Satu nama memang telah terukir di dinding kalbuku. Satu nama yang menjadi penghias di ruang rinduku. Satu nama yang memberi warna pada kanvas jiwa yang pilu. Satu nama yang walau telah bertahun-tahun singgah di hati, namun masih sulit bagiku untuk mengejanya. Satu nama cinta pertamaku, Rhieuhal Damara.

Setelah berulang kali aku lakukan dialog antara hati dan pikiran, agar dapat aku simpulkan dari berbagai kebimbangan yang mengusik hari-hariku. Malam ini, dlam kedewasaan rasa aku mantapkan diri. Aku merasakan sebuah debaran di relung sukma. Getarnya lembut bak ombak kecil di lautan jiwa. Mengalun perlahan membelai hangat nafas. Aku ingin abadikan ruh suci atas kemurnian kasih dalam kematangan cahaya iman.

“Ya Rabb, penguasa seisi hati. Izinkan aku mencintainya atas dasar cinta fitrahku padaMu. Mohon petunjuk dan bimbinganMu agar aku tak berlebih. Bila aku khilaf atas semua ini, maka cukupkanlah ampunanMu yang akan menyelamatkanku dari jurang kenistaan hasrat semu.” Doaku dalam hati.

Esok ketika mentari telah merambah dimensi pagi, akan ku utarakan perasaan ini pada Rhieuhal. Aku tak akan menyia-nyiakan penantiannya yang setia padaku selama ini.

---oOo---

Jumat, 15 April 2011

Hadiah Kecil Untukmu

Bismillahirrahmanirrahim....


Hari ini,
Dihari teristimewa untukmu
Dengarkanlah senandung dari hati yang merdu
Ketika langit padi menyuguhkan kilau terindahnya
Ketika mentari biaskan cahata jingga nan keemasan
Ketika udara bawakan wangi aroma khas dunia
Bernyanyilah ...
Seperti saat dulu kau bernyanyi untukku
Bernyanyilah lagu bahagia bersamaku
melewati hati melintasi jiwa
Panjatkanlah pengharapan ...
Seperti saat dulu kita bersama melakukannya
Panjatkanlah pengharapan mulia bersamaku
Mengukir di hati membekas di jiwa
Dan di hari yang teristimewa ini
Meski tak ku jumpai ragamu
Ku persembahkan penggal-penggal bait sederhana
Sebagai hadiah kecil untukmu

. . . . .



06:19
05.04.11

Angel & Demon

Ketika ku ayunkan kaki menuju gerbang
Hampir saja aku menyerah
Saat sayap iblis menawarkanku terbang menikmati sudut timur langit
Bisikkannya sempat membuatku goyah
Lalu datang malaikat membawa pendar kilau pelangi dari arah barat langit
Memberi sentuhan warna-warna berseri di hati yang nyaris mati
Keyakinanku semakin kuat
Aku kan tetap meniti jalan yang telah ku pilih
Karena ku tahu itulah yang terbaik untuk semua



16:56
04.04.11

Mawar Tetaplah Mawar

Mawar merah yang dulu ku petik di permulaan pagi
Masih menyimpan rasa yang sama
Meski bertahun-tahun waktu telah meninggalkannya
Hingga membuatnya tampak menghitam
Mawat tetaplah mawar

Lembar-lembar buku yang mendebu
Telah setia menjaganya

Tak lagi seharum, dulu
Tak lagi berduri tajam

Namun mawar tetaplah mawar
Meski kelopaknya kini mengering
Gurat-gurat kecantikannya masih terlihat jelas
Memancarkan kelembutan

Dan ia tetaplah mawarku
Mawarku yang dulu
Kerena mawar tetaplah mawar




07:21
28.03.11

Sesaat

Sesaat kau bawa aku terbang menuju langit
Sesaat kemudian kau hempaskan aku begitu saja

Sesaat kau beri aku beribu kuntum bunga
Sesaat kemudian kau tusukkan duri tajamnya padaku

Sesaat kau ajak kau dalam terang cahaya
Sesaat kemudian kau tinggalkan aku dalam gelap sendiri

Sesaat kau buat aku tertawa bahagia
Sesaat kemudian kau buat aku menangis sedih

Sesaat kau begitu dekat denganku
Sesaat kemudian kau begitu kauh ku rengkuh

Sesaat saja
Tak lama
Hanya sesaat

. . .




14:38
26.03.11

Keraguan Semu

Mimpiku semakin sarat akan hadirmu
Itu semakin membuatku takut untuk dekat denganmu
Aku khawatir tak bisa bersikap wajar seperti dulu
Saat aku masih biasa saja
Jiwaku bergejolak menentang rahasia batin
Aku berusaha jujur pada diriku
Ku ungkap semua yang ku ras
Ku tulis lewat bahasa kalbu
Sederhana saja
Mungkin karena kesederhanaan itu pula
Kau tak melihat jelas isyarat hatiku
Atau mungkin kau telah menyadarinya?
Atau bahkan kau tak ingin mengetahuinya?
hmmm.....
Mungkin aku masih terlalu ragu tentang rasa ini
Dan terlalu terburu-buru



09:58
24.03.11

Luka

Ada segores luka
Hanya lika kecil
Tak menghawatirkan
Hanya dengan sedikit ketegaran pasti kan sembuh
Seperti halnya gerimis yang kan cepat usai
Ketika angin melintas
Luka itu memang sering ku rasakan
Cukup sering, bahkan
Seserinag bintang yang muncul di waktu malam
Ku nikmati saja perih yang menyusup
Walau kadang airmata tak terbebdung
Tapi itu hanya sesaat
Karena sedetik kemudian aku bisa tersenyum biasa
Seolah tak ada sesuatu yang menimpaku




16:01
24.03.11

Karena Kau

Saat kau memintaku tuk bicara
Aku bicara

Saat kau memintaku tuk tak menangis
Aku hapus airmata

Lalu saat kau mengatakan kau senang melihatku tersenyum
Aku pun selalu tersenyum saat denganmu

Dan saat kau mengatakan aku tak sendiri
Karena kau 'kan ada untukku
Aku merasa bahagia

Karena kau, aku seperti pelangi penuh warna
Karena kau, aku seperti bintang cemerlang
Karena kau jua, aku seperti bunga yang mekar di musim semi

Kau yang buatku jadi lebih baik
Aku tak ingin kau pergi
jadi, ku mohon jangan tinggalkan aku !



17:31
24.03.11

Pilihan

Aku lelah
Bolehkah aku menyerah?
Tapi, jika aku lakukan itu Tuhan pasti tak suka
Tuhan pasti marah padaku
Banyak pilihan dalam hidup
Tapi mengapa yang ku lihat hanya dua?

Bertahan atau Menyerah

Kemanakah pilihan-pilihan yang lain?
Aku ingin memilih satu diantaranya
Karena aku sungguh lelah ddengan airmata ini
Aku harus bagaimana???




17:55
24.03.11

Vonis Diri

Segala tindak tandukku seakan semuanya salah
Aku memang jahat
Aku memang egois
Aku memang tak punya hati
Aku memangg begini
. . .
Aku bukanlah seorang teman yang baik
Karena aku selalu saja membuatmu susah
Bolehkah aku menggugat ini?
. . .
Aku ingin kau nilai aku dengan logika
Bukan dengan perasaan
Jangan kau buat aku memvonis diriku
Sebagai terdakwa dalam kasus yang tak ku pahami sebab musababnya

[hanyaluapanemosisesaat]




17:50
24.3.11

Ironi

Diantara bingar gelak suara
Masih ku tangkap jelas renyah nadamu
Konsentrasiku masih saja tertuju padamu
Ingin ku lepas
Ingin ku tak terikat
Agar bebas hati merasa
Tanpa rasa ynag merajam
Dimana kau berada
Radarku mampu menggapainya
Sekuat aku memusnahkan khayal tentangmu
Semakin erat ia menjeratku
Tali risalah hati tak bisa ku putuskan
Aku tertunduk lesu membisu
Meraba getar yanng menggelitik perih jiwa




10:30
24.03.11

Sabtu, 26 Maret 2011

-Finally-

Cukup.
Semua ku cukupkan sampai disini
Letih.
Mungkin aku terlalu letih merintih dalam sepi sendiri
Langit meluapkan murkanya pada kegilaanku
Ia telah jengah melihatku terpekur oleh ego
Bahkan mawar pun enggan merekah ranum
Ratusan hari terlewati
Kuncupnya tak kunjung tumbuh dari tunas batang
huft,
Kembali harus ku sudahi sesuatu yang mulai muncul
Sebelum timbul kecewa di tengah bahagia
Ku selesaikan malam segera mungkin
Untuk menjemput fajar secepat yang ku harapkan




18:48
23.3.11

Salahku

Salahku yang biarkan kau melewati garis batas hati

Salahku yang izinkan kau masuki ruang kosong sanubari

Salahku yang tak sanggup mengelola rasa pada tempatnya

Salahku yang naif akan kenyataan antara kita

Salahku yang masih saja menganggap wajar keadaan yang ada

itu salahku

Salahku pun bila pada akhirnya timbul luka yang menyakitkan

Itu hanya salahku

Salahku




22:46
22.3.11

Bunga-bunga Kertas

Bunga-bunga kertas lusuh tertampar debu
Cerahnya kian pudar tertelan waktu
Tak kan pernah layu
Karena sarat akan palsu

Bunga-bunga kertas di sudut ruang
Gamang
Vas bundar mengekang
Lalu senyap meregang

Bunga-bunga kertas tak akan mekar
Kesedihan telah mengakar
Menaklukkan waktu yang kekar
Seperti api yang membakar

Malang nian bunga kertasku
Sendiri menahan pilu
Melawan sayatan sendu
Ingin bicara namun kelu



22:12
22.3.11

Kau, Untukku?

Kau terlalu baik untukku yang munafik
Kau terlalu sempurna untukku yang penuh cela

Kau
Pantaskah aku untukmu?
Kau
Sanggupkah aku mengimbangimu?
Kau
Aku kah yang benar kau pilih?

Aku tak ingin memaksakan keadaan
Aku tak mau menyalahi takdir

Kau
Memang kaulah yang kini di hatiku
Memang kaulah yang ku harapkan tuk jadi bagian hidupku

Kau
Kau, untukku?



22:03
22.3.11

Soal Cinta

Integral dari sayangku padamu
Adalah keikhlasan hati yang tak terhingga
Ketulusanku untuk melimitkan dukamu
kerelaanku untuk memangkatkan senyummu
Mencoba memetakan fungsi pikiranku dengan pikiranmu
Agar berpadu jadi lingkaran yang menyatu
Walau kadang ego beradu
Mendiskriminasikan kita dari dimensi kebenaran
Persamaan dam pertidaksamaan diantara kita
Menciptakan proporsi agung yang ideal
Rumus-rumus kesetiaan yang kita sepakati
Menuntun jalan menuju himpunan rasa yang riil lagi halal
Hinnga nanti bukan hanya bahagia imajiner ynag kita dapatkan
Dari akhir penyelesaian soal cinta ini




19:17
22.3.11

Dalam Diamku

Aku telah memilih mencintaimu
Dalam diamku
Aku juga telah siap menangis pilu
Dalam diamku
Bila luka kembali menyapa
Biarlah aku menahan sakit sendiri
Tak perlu kau tahu
Cukuplah ku kecup bayangmu dalam khayal
Sebagai penawar gelisah
Saat tak ku jumpai rupa manismu
Pun bila dunia menggugat atas kegilaanku
Mereka tak punya bukti untuk itu
Karena dalam diamku
Tersimpan rapat semua risalah hati tentangmu



18:28
22.3.11

Perbedaan

Kalaupun aku bisa menjadi yang kau cinta
Jurang itu tak kan menutup jua
Kalaupun restu telah di suguhkan
Palung dalan tak akn menjadi dangkal
Apa yang sudah tergambar dengan tinta hitam di atas secarik kertas
Tak kan bisa di hilangkan hanya dengan penghapus karet
Dan apa yang telah di ukir di atas cadas batu
Tak kan pudar hanya dengan membasuhkan air di permukaannya
Aku tak tahu siapa jodohku, kelak
Aku hanya ingin mencintaimu apa adanya
Mencintaimu murni karena anugerah-NYA
Aku ingin bahagia dengan ridho-NYA
Seberapa lama kita mampu mengatasi perbedaan yang menjulang
Akan menjadi ujian bagi kita
Layak ataukah tidak mendapat piala kemenangan
Atas ketulusan cinta fitrah-NYA



14:04
21.3.11

Dibalik Hujan

Langit menumpahkan ribuan tetes-tetes air
Membasahi jalanan hingga tergenang
Pantulannya seperti percikan kembang api
Ada kupu-kupu biru berteduh di bawah rimbun pohon mangga
Meringkuk sendiri menahan dingin
Sesekali hendak menerjang hujan
Namun urung
Perahu kertas melaju diatas deras aliran
Bertahan dengan gempuran serangan dari koloni air
Hingga akhirnya karam dan tenggelam
Di sudut ruang,
Seberkas sinar menghangatan
Dari lilin-lilin kecil yang membakar diri
Mengusir gelap yang mengurung waktu



13:43
21.3.11

Pengadilan Nurani

Dan yang tersisa dari pertempuran itu
Adalah peluh yang mengalir
Membasahi wajah sayu nan letih
Tetesan darah yang tertumpah
Tak lagi berarti
Meski merah menggenang di jalanan
Senyum murka jusrtu berkuasa
Jerit tangis dan air mata
Dari jiwa yang tak berdosa
Hanya menggema di gua dinding hati yang membatu
Mereka para pengikut nafsu
Hanyalah sosok iblis berwujud jasad nyata
Manusia dengan bayangan setan bertanduk
Lihatlah Saudaraku!
Ini bukan skenario drama
Ini sebuah realita
Sampai kapan akan terus bergulir?
Tanykan saja pada pengadilan nurani
Itupun selama nurani masih murni
Tak terjangkit penyakit sosial yang berkedok kemerdekaan hak


[persembahan bagi pergejolakan di Timur Tengah. Hentikanlah!]



08:21
21.3.11

Gila!

Angka-angka menari
Rumus-rumus berpesta
Simbol-simbol berdansa
Mereka tertawa

Angka-angka menari
Bebas
sesuka hati
Tak terkendali

Angka-angka menari
Di atas lantai kertas putih
Di bawah sorot mata sedih
Berirama nada sepi

Angka-angka menari
Rumus-rumus berpesta
Simbol-simbol berdansa
Mereka hampir membuatku gila!




21:03
20.3.11

Supermoon

Supermoon bertahta di jagad malam
Tanpa sedikitpun awan hitam mengusik
BINtang-bintang menyapu daratan gelap langit
Memandikan remang di bumi
Bayangkan peri-peri cahaya menari riang
Membawakan kristal berkilauan untuk insan dunia
Gelora ruang gegap gempita
Ceria nyanyikan lagu merdu
Sebagai musik pengiring
Di tengah pagelaran purnama 13 yang memukau mata
Memikat hati yang terpana karena kecantikannya
Jadikan nuansa klasik penuh romantika
Menghias sukma ynag membara karena cinta




18:47
18.3.11

Epilogue -TAREE ZAMEEN PAR-

Bertemu dengan kupu-kupu
BErdiskusi dengan pohon
Menari dengan angin

. . .

Sedikit kemanisan
Sedikit ketidakenakan
Sedikit kedekatan
Tidak terlalu banyak
Semua yang aku butuhkan
Semua yang aku butuhkan
Semua yang aku butuhkan
Adalah kebebasan

. . .

Cukup dekat untuk dipegang
Tetapi hilang seperti khayalan
Penganyam mimpi terbang seperti kupu-kupu
Melewati awan putih
Itulah duniaku

. . .

Biarkan aku masuk tanpa berteriak
Biarkan aku masuk tanpa ragu
Ada banyak
Begitu banyak
Sangat banyak

. . .

Aku tidak sendiri
Berjalan dalam mimpi dengan penuh keheranan
Melangkah, tersandung
Melangkah, tersandung

. . .

Aku tidak merasa ragu
Ini hanya seperti matahari
Sesekali muncul kembali
Mengejutkan semua orang

. . .

Aku dulu meluncur seperti burung
Aku hanya menginginkan ribuan sayap
Untuk terbang
Untuk menyelidiki langitluas
Dan menemukan duniaku

. . .

Hari-hari yang sebentar dengan anak ini
Tidak akan pernah kembali
Maka hidupkan dia, kawanku
Sebagai hutang
Jika kamu gagal
Hidupkan dia

. . .

Aku tidak pernah berkata padamu
Betapa aku takukt pada gelap
Aku tidak pernah berkata padamu
Betapa aku takut pada gelap
Tapi kamu tahu kan?
Kamu tahu semuanya

. . .

Jangan biarkan aku sendiri di keramaian
Aku kehilangan jalan pulang

. . .

Apa aku begitu buruk?
Apa aku begitu buruk?

. . .

Mataku mencarimu
Berharap kau datang dan menyelamatkanku

. . .

Aku tak berkata padamu
Tetapi aku menjadi amat ketakutan
Aku biarkan itu muncul
Tetapi hatiku tenggelam
Kamu tahu semuanyakan?

. . .

Apa yang kita lihat adalah apa yang kita rasa
Apa yang kita rasakan adalah yang sebenarnya ada
Tetapi kadang-kadang
Apa ynag kita lihat sebenarnya tidak ada

. . .

Mataku kosong
Ait mata yang telah meninggalkan
Kesepian mengisi hariku
Aku tidak merasa tersakiti lagi
Aku mati rasa
Semua telah meninggalkanku
Aku merasa hampa
Kamu tahu segalanya

. . .

LIhat dia
Apakah pohon atau seseorang ayng bermantel?
Apakah sedang dingin atau letih?
Hubungkan benang yang terbuka
Jadi bebaskan pikiran
Kembangkan sayapmu
Biarkan warna-warna terbang
Ayo putar mimpi-mimpi barumu!

. . .

Kamu adalah matahari, membiaskan sinar
Kamu adalah Sungai, mengalirlah
Kamu adalah angin terbanglah
Kamu akan temukan tujuanmu
Duniamu
Kamu, aku bahagia

. . .

Potret Langit Malam

Lihat ke langit luas
Bintang bertabur diantara cahaya kuning keemasan
Purnama yang tak sempurna
Senyum mengembang dari wajah yang murung
Mengusir sedikit gundah yang melanda
Cerah angkasa malam
Umpama lautan hitam dengan mutiara-mutiara berlian yang terhampar
Andai bisa ku tuang potret elok rupa angkasa dunia detik ini
Dalam goresan kuas diatas kanvas jiwa
Ku ingin membingkainya dengan indah
Lalu ku simpan di lubuk hati
Ku jaga, Selalu
. . .




20:59
17.3.11

Bila Benar

Bila benar yang kurasa
Bila benar yang ku pikirkan
Bila benar yang ku inginkan

Bila itu benar
Ku harap kan ada seyum di akhir tangis
Bila itu benar
Ku harap ada sedikit suka disela duka

Dan bila itu benar
Doaku selamanya
Bahagia
Besama




22:40
17.3.11

Klimaks

Sang ulat kecil mulai merasa letih
Tertatih dalam berjalan di ranting-ranting pohon kehidupan
Terseok-seok tersayat duri kepedihan yang tajam
Mungkin ini saatnya tuk menyendiri dalam kepompong renungan?

Kehidupan akan terus berjalan
Itu hukum Tuhan
Sebuah kepastian

Sang ulat kecil sudah lama menyadari ketentuan alam itu
Ia tak bisa selamanya menjadi seekor ulat
Tentunya ada fase lain dari dirinya yang harus dihadapi

Sang ulat kecil sungguh merasa lelah
Mungkin tiba waktu baginya berdiam diri dalam kepompong meditasi?

Metemorfosis siap menanti
Sebuah perubahan kan terjadi
Namun, bila sang ulat kecil tak sanggup mampu bertahan
Akankah sebuah kematian kisah yang ditemui di akhirnya?

Entah





22:42
16.3.11

Senin, 14 Maret 2011

Satu Nama

Satu nama yang telah terukir di dinding kalbu

Satu nama yang menjadi penghias di ruang rindu

Satu nama yang memberi warna pada kanvas jiwa yang pilu



Satu nama itu, dulu

Satu nama itu, masa lalu



Satu nama yang ku pertahankan di benteng kerapuhan

Satu nama yang ku pertaruhkan dengan tangisan

Satu nama yang ku jaga selalu dalam senyuman



Satu nama itu, musnah

Satu nama itu, tiada



Menyesalkah?

Tidak!

Sama sekali tidak!



Bersyukur karena satu nama itu mengajariku banyak hal

Bersyukur karena satu nama itu buetku mengerti arti tegar

Bersyukur karena satu nama itu pernah jadi sejarah manis



Satu nama itu,

Satu nama yang telah menghilang dari hatiku.





Satu nama....





03:30
14.03.11

-Loose-

Setelah pertempuran sekian lama di medan hati, pecah
Mengharu biru di lautan kepedihan
Setelah banyak airmata yang tertumpah
Atas luka-luka yang melepuh
Akibat racun kerinduan yang menjalar ke dalam nadi kesetiaan
dan setelah berkali-kali gagal bereksperimen dengan senyuman dalam laboratorium kesendirian

Akhirnya,
Akhirnya masa itu datang
Masa yang dinanti di hari-hari penuh sepi
Masa dimana kemerdekaan batinku yang terjajah, tercapai

Melepaskan satu nama yang selama ini mengkomandoi seluruh rasa jiwa
Menjadikan aku selayaknya merpati yang bisa terbang bebas si langit
Tanpa tali merah pengekang yang mengurungnya dalam penjara dunia biru




03:10
14.03.11

Polemik

Tuhan,
Bila benar aku telah jatuh hati [lagi]
Ku mohon jaga rasa ini agar tatap berada di jalan-Mu

Tuhan,
Bila benar aku telah jatuh hati [lagi]
Ku ingin ini untuk yang terakhir di hidupku

Telah banyak luka atas nama kesetiaan yang ku jaga
Telah banyak airmata atas nama ketulusan yang ku pegang

Tapi, Tuhan ...
Mengapa aku masih takut mengakui adanya getar-getar halus yang beriak di samudra sukma?

Aku masih khawatir bila mendapati ujung yang sama dengan kisah yang lalu
Aku masih terlalu naif pada anugerah ayng Kau beri

Maafkan aku Yaa Rabb ...




15:04
9.03.11

Pelangi Tanpa Hujan

Langit bahagia menyambut hari
Mentari menari dalam harmoni hati
Awan berarak melintasi ruang semesta
Angin bawakan nada-nada ceria

Burung gereja terbang rendah di angkasa
Sesekali hinggap di atas genting merah
Bersenda gurau, tertawa

Laju waktu ciptakan cerita
Tentang warna-warna dunia
Membaginya pada lukisna jiwa

Selengkung pelangi hadir mengusir pilu
Membingkai rupa indah padang biru
Selengkung pelangi hadir menghapus rindu
Meski tanpa iringan hujan yang mendayu




15:23
7.03.11

Sabit di Akhir Februari




Adzan baru saja berkumandang menyerukan panggilan.

Suasana masih hening.

Langit subuh gelap penuh bintang bertaburan.

Bulan yang dulu purnama, kini telah berubah.

Purnama telah berganti menjadi sabit.

Selengkung cahaya keemasan itu seperti tersenyum kepada para penghuni bumi.

Biasnya siramkan kelembutan.

Pancarkan keteduhan.

Membasuh mutiara-mutiara embun.

Bait demi bait tercipta.

Mencoba lukiskan kecantikannya.

Meski dalam rangkaian yang sederhana.


Sabit di akhir Februari

Menjadi syair syahdu di waktu fajar.





04:56
28.02.11

Senin, 28 Februari 2011

Dialog Hati dan Pikiran #3

Hai, kini aku yang menyapamu terlebih dulu.

" Iya. Ada apakah kiranya? "

Aku rindu.

" Pada siapa? "

Kejujuran nuranimu.

" Kejujuran nuraniku? "

Iya. Aku merasa kehilangannya.

" Mengapa kau merasa begitu? "

Kau mungkin tak menyadari. Bahwa kau selalu mengirim sinyal-sinyal ~tentang semua yang tengah kau rasa~ pada syarafku untuk mengolah data tenteng semua isi alammu.

" Maksudmu? "

Akhir-akhir ini, entah awalnya dari mana. Ku temukan sebuah keganjilan terhadap sinyal yang kau kirim. Semula aku tak permasalahkan itu. Karena ku mengerti saat itukau sedang berada dalam posisi terhimpit akan beban-beban jiwa yang menumpuk. Tapi, kian lama, dalam data yang masuk ke brankas memori terselip kode-kode rahasia. Sebuah sandi misterius.

" Aku masih belum mengerti apa yang kau jelaskan "

Ayolah. Aku tahu bagaimana dirimu. Kta ini satu. meski berlawanan jalan. Aku mengerti betul butir-butir rasa yang tumbuh di ladang jiwamu. Dan kau pun pahami alurkku dalam mengeja tiap lantunan bait syair akalku. Begitu sulitkah kau mengakui itu ?

" Mengakui apa? Aku semakin tak mengerti apa yang sedang kau bicarakan "

Huft, kode-kode itu. Sandi misterius yang kutemukan ternyata sama dengan kode yang dulu sempat kau beri padaku.

" Tunggu dulu. kode rahasia yang mana yang kau maksud? "

Kode itu ku pecahkan sekitar 5 tahun yang lalu.

" 5 tahun yang lalu? "

Ya. Memang telah usang terlihat bagiku. Tapi aku yakin itu sama persis. Ku tak bisa mengelabuiku.

" Aku tak tahu tentang kode itu. Sungguh! "

Aaah. Itu hanya alibimu saja. Kau hanya merasa takut untuk mengungkapkannya.

" ... "

Aku yakin, kau pasti sudah menyadari itu. Tapi ingin sampai kapan kau dihantui ketakutan yang tak beralasan.


" ... "

Itu konyol. Bila kau terus begitu.

" Baiklah. Aku mengalah. Tapi maaf, aku tak bisa mengatakannya sekarang "

Renungkanlah semuanya.

" Ya "

Bahasa Cinta IV



Cinta tidak sepenuhnya terpaut pada pesona lahiriah.

Melainkan pada substansi cinta itu sendiri.

Yaitu kemampuan untuk sebanyak mungkin mendistribusikan kasih sayang demi kebaikan kemanusiaan (ruhiyyah).

Bahkan cinta yang terpaut pada bentuk semata, memungkinkan seseorang untuk berkata :

" Jangan tanyakan apa yang membuatmu terlihat begitu sempurna, namun sesekali bertanyalah apa yang menyebabkan kekuranganmu terlihat begitu mempesona "

Disinilah letak kelebihan hati, etika, dan kepribadian di banding bentuk rupa dan kecantikan belaka.

Sabit di Akhir Februari



Adzan baru saja berkumandang menyerukan panggilan.

Suasana hening.

Langit masih gelap penuh bintang bertaburan.

Bulan yang dulu purnama;

kini telah berubah.

Purnama telah berganti menjadi sabit.

Selengkung cahaya keemasan itu seperti tersenyum pada para penghuni bumi.

Biasnya siramkan kelembutan.

Pancarkan keteduhan.

Membasuh mutiara-mutiara embun.

Bait demi bait kata tercipta.

Mencoba lukiskan kecantikannya.

Mesk dalam rangkaian yang sederhana.







Sabit di akhir Februari.

Menjadi syair syahdu di waktu fajar menyingsing.




. . .







28.02.11

04.24

Menyapa Langit [5]

Apa yang terjadi padamu?
Mengapa kau tiba-tiba menghitam gelap?
Padahal baru beberapa saat saja kau cerah tersenyum.

Ku mohon jangan luapkan amarahmu pada bumi, saat ini.
Ku mohon kau segera pulih.
Ku mohon kau tetap tenang walau jiwamu bergemuruh.

aku takut disini melihatmu.

Duhai, Langit senjaku yang kelam ...


26.02.11
16.19

Menyapa Langit [4]

Mengapa kau kembali menangis?
Seberapa getirkah ceritamu, hingga membuatmu tak berhenti hujamkan paku-paku air ke pelukan bumi?

Mengapa gundahmu tak juga lenyap?
Adakah kau merasakan kepiluan yang tajam menghunus damaimu?

Isakmu, datangkan nyeri menyayat di dinding-dinding sukmaku.
Semoga kau bisa bisikkan misteri dalam ragamu.
Meski hanya lewat angin.

Oooh, Langit siangku yang sayu ...


25.02.11
10.05

Menyapa Langit [3]

Lagi,
Kau menangis dalam sunyi.
Sendiri.

Apakah gerangan yang menggangku suasana hatimu?
Belumkah cukup bulir-bulir air deras yang mengalir semalam?
Dan kau masih saja diam membisu!

KAu buat aku bertanya-tanya tentang semuanya.
TIdak kah kau ingin berbagi sedikit saja jerit batin yang tersembunyi, denganku.
Wahai, Langit soreku yang mem'biru' ...


24.02.11
15.37

Menyapa Langit [2]

Selamat pagi ...
Bagaimana keadaanmu sekarang?
Sudah lebih baik?
Semoga pagi ini kau merasa sedikit lebih lega, meski sembab masih menghiasi rupamu.

Maafkan aku yang tak bisa semalam suntuk menjagamu.
Aku tak tega melihat situasi itu.
Hatiku miris bila kau begitu.

Lekaslah kau tersenyum hari ini.
Kelopak melati menyuguhkan wanginya bercampur tetes embun.
Usah kau hiraukan kabut yang menghadang.

Tersentumlah, Langit pagiku yang sendu ...


24.02.11
05.48

Menyapa Langit [1]

Apa yang tengah kau rasakan saat ini?
Apa Kau gelisah?
Resah?

Aku tak tahu apa yang berkecamuk dalam dirimu.
Gemuruhmu, ciptakan gundah jiwa.
Desahmu, hadirkan kekhawatiran.

Kau menangis dalam sunyi yang membeku.
Aku tak mengerti.

Maafkan aku yang tak bisa berkutik dari titik dimana aku berada, untuk menenangkanmu.
Aku hanya bisa menatap sendu luapan rasamu.

Jangan takut.
Aku disini bersamamu.
Menantimu kembalikan damai di bumi.

Duhai, Langit malamku yang kelabu ...



23.02.11
20.01

Senin, 21 Februari 2011

Surat Cinta Untuk Kekasih Sejatiku


 20 Februari 2011

02:56







...Surat Cinta
Teruntuk
Kekasih Sejatiku...









Bismillahirrahmanirrahim...




Sungguh sudah sekian lama aku ingin menulis sebuah surat cinta untuk-Mu, wahai kekasih sejatiku. Namun, entah mengapa baru sekarang aku beranikan diri untuk melakukannya. Mungkin aku terlalu malu akan kenistaan yang telah melekat dalam diriku. Walau aku yakin, Kau tak kan permasalahkan itu. Karena Engkau adalah kekasih sejatiku Yang Maha Penyayang.




Awalnya aku masih ragu. Aku bingung harus memulainya dari mana. Karena memang, aku hanyalah seorang awam ~ yang tak tahu apa-apa. Yang sedang mencoba menggapai ruh-ruh suci akan keagungan cinta-Mu. Betapa aku selalu mendambakan hadir-Mu dalam tiap jengkal nafas-nafas yang ku hirup. Betapa aku selalu merindukan lembut kasih-Mu dalam tiap detak jantungku. Betapa aku selalu mengharap luas ampunan-Mu ~ seluas jagad raya yang membentang, atas kekhilafan-kekhilafanku. Semoga ...




Duhai Engkau yang menjadi kekasih orang-orang ayng berjiwa fitrah,




Aku sadar, aku belumlah menjadi sosok yang mampu menyucikan hati dan pikirannya dari debu-debu nafsu yang membelenggu. Aku pun tahu, aku tidaklah semulia kekasai-kekasih-Mu yang telah sanggup menjaga kemurnian cintanya hanya pada-Mu. Aku hanyalah manusia akhir zaman. Yng sedang mengembara di dunia fana. Yang sedang mencari hakikat kehidupan. Yang sedang mencoba menjalani takdirku; sesuai dengan kodratku; sesuai dengan sabda-Mu; dan tentunya sesuai denagn goresan kisahku yang telah tertuang di lauh mahfuz ~ jauh sebelum aku hadir di muka bumi ini.




Aku kini datang pada-Mu., wahai Dzat Yang Maha Menguasai isi hatiku. Aku menghadap-Mu di waktu yang Engkau kehendaki. Aku mencoba menyapa-Mu di saat malam tengah berada dalam puncak gelapnya. Ku mencoba berbincang dengan-Mu lewat kesunyian yang membungkam. Aku mencoba menautkan hatiku pada-Mu, bersama desah dingin angin yang memeluk detik. Sudikah kiranya Kau menjawab panggilan hatiku? Ah,mengapa pula ku pertanyakan itu. Sudah pasti Engkau bersedia. Tak perlu aku meragu lagi. Karena Engkau tak kan pernag tidut dan Engkau Maha Melihat lagi Maha Mendengar. Engkau tak kan pernah meninggalkanku; bahkan saat aku mulai melupakan-Mu. Engkau tak kan pernah biarkan aku sendiri; bahkan saat aku berpaling dari-Mu. Sungguh Engkau adalah Yang Mahamulia, yang selalu memperhatikan hambanya.




Memang baru eberapa waktu silam, aku merasakan engkau begitu dekat. Merasakan hangatnya dalam dakapan rahmat-Mu, Penuh ketenangan yang merasuk sukma. Penuh kedamaian hingga relung-relung jiwa. Tentrankan batinku. Namun, aku tak kecewa akan hal itu. Sedikitpun tidak. Justru aku sangat bahagia, bersyukur akan hidayah yang Engkau beri untukku. Alhamdulillah ...




Duhai Engkau yang telah mengatur segalanya,




Aku kini tengah menikmati manisnya cinta yang Kau semaikan di ladang kalbuku. Cinta-Mu yang tiada duanya. Cinta-Mu yang jadi pelita dalam redup hari-hariku. Cinta-Mu yang sejukkan dahaga akan kasih sayang sejati. Cinta-Mu yang bangkitkan harapan baru saat aku terpuruk dalam jurang kegelapan dunia. Dan cinta-Mu itulah yang selalu membuatku bisa merasakan kemanisan dalam kekecewaan; memetik kebahagiaan dalam kesusahan serta menuai senyum ikhlas dalam derai air mata kepedihan.




Aku yakin, apapun ayng ada di alam semesta ini tak kan mungkin mampu menggantikan ataupun menandingi ke-Mahabesaran kasih sayang-Mu. ku pun sepenuhnya menyadari, aku tak kan pernah sanggup membalas semua yang telah Engkau anugerahkan dalam setiap penggal sejarah hidupku. Dan satu hal yang selalu menjadi cita-citaku ~ selama ini dan selamanya. Meski aku terkadang llai dalam tindakanku serta tak pernah luput dari kealphaan dalm tuturku, aku akan selalu berharap. Semoga kelak ketika tiba masaku untuk kembali menghadap keharibaan-Mu, aku bisa menemui-Mu dengan wajah termanisku. Lalu Kau pun akan tersenyum menyambutku, " Selamat datang di Istana Keabadian, wahai bidadari cantik ". Semoga saja ...




Allahumma amin ,,,


















Seseorang yang selalu mengharap limpahan cinta suci dari-Mu...


Purnama di Waktu Subuh



Malam telah enyah.

Subuh menyambut pergantian episode kehidupan.

Perlahan bintang mulai menghilang ditelam waktu.

Jubah langit tak lagi menghitam meski masih terasa kelam.

Dengan kharismanya purnama masih menggantung di sudut barat.

Bulat;

Umpama bola permata raksasa yang menjadi sorotan utama bagi yang menemukannya, kala itu.

Secercah cahaya menyelimuti sekelilingnya.

Benderang sempurna tanpa terhalang hijab sang kabut.

Purnama di waktu subuh,

Satu dari sekian nuansa elok nan ku nanti.

Terekam dalam album memori bersama potret-potret bertari sang alam.




[20.02.11 05:01]


Langit ! 2

Aku tahu kau tak kan selamanya murung dalam kelammu.
Aku pun tahu kau tak kan biarkan mendung menggelayutimu terus.
Dan aku selalu yakin akan itu...

Meskipun kau selalu diam, saat aku ungkapkan kecewa.
Tapi tak mengapa.

Meskipun kau seakan acuh, saat aku luapkan gelisah.
Tak masalah bagiku.

Yang aku rasa,
Kau selalu ada kemana pun derap kaki ini melangkah.
Kau tak kan menghilang seperti hujan.
Kau tak kan lenyap seperti pelangi.

Dan tentunya Kau tak kan pernah berubah.
Kau kan tetap seperti itu.
Kau kan tetap menjadi dirimu.
Karena kau adalah langit !

Langit yang kan tersenyum kembali walau sesekali tertutupi awan kelabu.
Langit yang kan kembali cerah walau kadang badai datang mengusik.

Karena memang kau adalah lamgit.

Langit !



[20.02.11 15:17]

Syair di Pagi Hari 2

Parade hari telah dimulai seiring awal ayunan langkah sang waktu menelusuri ranting-ranting kehidupan.

Menguak selapis tipis kabut menyelimuti yang dinamakan misteri.

Menafsirkan tiap untai makna yang tersirat dari bait-bait yang dipuisikan alam.

Meski tak sempurna terjemahkan skenario semesta, namun tak dapat ingkari kesemuanya adalah rangkaian cerita yang menakjubkan.

Memukau.

Tanpa disyairkan pun, keagungan Sang Maha Pencipta kan tetap mengalun syahdu jauh dalam relung-relung sukma penikmat pagelaran akbar ini.




[20.02.11 06:48]

Syair di Pagi Hari

Pagi telah mengejawantahkan kegelapan menjadi harapan-harapan baru tuk memulai hari.

Pucuk-pucuk daun dan kelopak melati masih mneyimpan wangu titik-titik embun.

Aura sejuk tersiram lembutnya hembusan angin.

Di ufuk timur sana, kilau keemasan nan jingga terhampar bak kain sutera halus di ujung ladang langit biru.

Ceracau burung menjadi paduan suara merdu dalam orkesta dunia.

Mengiring jejak kaki menapaki tiap penggal waktu yang tersisa.

Dan diantara gempita suasana ku lukiskan satu detik masa, dimana jiwa telah tertambat pada sebuah keindahan.

Keindahan akan panggung semesta mementaskan hikayat yang syarat akan hikmah didalamnya.





[20.02.11 06:21]

Serenade 18.02.11


Dipagi buta, suara kokok ayam nyaring pekakkan telinga. Ada guratan sinar memias diatas belanga. Senandung-senandung pagi segarkan hari, Embun berguguran dari langit biru, menempa wajah-wajah harapan. Mengekarkan kaki-kaki untuk menatapi tiap helai waktu yang menyingsing pada tiap penghelaan nafas yang terhunus. Menyibak tabir-tabir. Nyalakan senmangat-semangat ruh untuk berlari diantara ngarai-ngarai misteri.

. . .

Disiang hari, matahari menduduki puncak singgahsananya. Awan-awan yang hilir mudik beriring di kerajaan langit menjadi dayang setia. Debu-debu yang tampak berhamburan terbawa semilir angun yang menghias latar dunia. Ada satu hal yang membuatku terkesan. Dua ekor kupu-kupu saling berkejaran. Indah sekali. Terlebih 'Sang Raja' seakan memberi restu bagi mereka untuk melukis aura bumi. Derap langkah kaki-kaki mungil mengalun perlahan. Seuntai senyum mengembang dari keluguan wajah. Tanpa aku sadari, aku terenyuh dalam khayalku. Seperti mengulang sejarah masa laluku.

. . .

Disore hari, senja tampak sayu dibalik lipatan kabut. Suasana tampak remang dan lengang, meski matahari belum sepenuhnya tenggelam. Ia masih membiaskan warna-warna mempesona. teduh memandikan jiwa yang sepi. Ketakjuban antara lanskap yang kian tirus, berurai sendu.

. . .

Dimalam hari yang sunyi, di bawah remang cahaya bulan yang terlipat oleh gumpalan kabut. Ku pandang gemerlap bintang bertabur di bingkai angkasa. Lirih suara jangkrik bertebaran ke penjuru ruang. Seperti sentuhan lembut musikus klasik. Jiwa alam menjadi nyanyian yang terangkum dalam sunyi. Terangkum dalam senyap. Indah nan menyanyat.

. . .

Hingga akhirnya malam menjelma pagi di ufuk timur subuh. putaran waktu dimana semua yang hidup akan memulai perjalanan hidupnya yang tertunda. Menyibak misteri-misteri yang kian tak terjawab rahasianya.

. . .

Bahasa Cinta III

Jika kau yakin bahwa cinta akan mengilhamimu dengan kebahagiaan, maka yakinlah bahwa lara itu hanya sebatas duri;

hikmah yang kan menjadi kemanisan dalam risalah hidupmu.

Meski kelam terkadang jadi gulma dalam tubir-tubir ngarai kesunyian jiwamu, tetaplah kokohkan kekuatan jiwa dan raga untuk menyangganya meski remuk redam semua asa, terkoyak sebab ketidakkuasaanmu pada kenyataan.

Karena cinta adalah cahaya yang terselip di antara gelap-terang kehidupanmu;
maka carilah cinta sucimu yang agung dan tersenyumlah untuknya!

Seperti apapun kau memahami cinta, ia tetap ada dan bersemayam dalam hatimu.





[Dzikir-Dzikir Cinta_Anam Khoirul Anam]

Rabu, 16 Februari 2011

Tuhan... mohon...

Tuhan...
Bila aku salah tafsirkan rasa yang muncul di hati,
mohon terangkanlah.

Tuhan...
Bila aku salah artikan debu-debu yang menghias di kalbu,
mohon jelaskanlah.

Tuhan...
Bila aku salah terjemahkan bahasa yang tersirat di jiwa,
mohon benarkanlah.


Karena sungguh sangat aku sadari
Akalku tak mungkin bisa sempurna menggapai rahasia di balik tabir nuansa yang hadir indah menyusup di detik-detik yang ku lalui.

Tuhan...
Mohon tunjukkan padaku yang sebenarnya.
Agar tak lagi salah aku ukir rona-rona elok itu di kalamku.




13.02.11
15:34

Bahasa Cinta II

Pahamilah ini dengan cinta ....

Karena denagn cinta kau akan memahami kedamaian hati;

dan ketika ia merasuk mencoba menyatukan rasamu dengannya,

biarkan dia membawamu jauh terbang, sejauh yang tak bisa kau sentuh;

Laiknya kau melihat merpati berkepak diantara hitam-putih hamparan langit biru;

membawa risalah cinta bagi jiwamu~seperti halnya kau memahami akan dirimu sendiri
yang kian jauh renungi perjalanan hidup yang kian menukik, sarat akan tanya.








[DZIKIR-DZIKIR CINTA_Anam Khoirul Anam]

Bahasa Cinta

Di antara sisi gelap dan terang, masih ada sisi biru yang menyertainya. Sebab hidup adalah rahasia Tuhan yang menjelma warna-warna, menjelma sesuatu yang harus disibak, dipahami, ditafsir dan diungkapkan, meski hanya sebatas isyarat yang belum menjadi kemutlakan.

Sebuah perjalanan cinta justru akan menjadi sebuah momok ketika harus terkalahhkan oleh sebuah rasa hormat, takdzim dan juga ketakutan dan kutukan. Namun bila cinta itu tumbuh atas benih cinta, tak ayal jika kemanisan anggur syurga, atas nama cintalah, yang akan tereguk tatkala dahaga atas cinta tak mampu entaskan perih, nyeri, serta luka hati atas penghianatan cinta.

Betapa sakit ketika cinta harus pupus oleh sebab ketakberdayaan, sebuah pengingkaran terhadap kodrat cinta yang suci atas anugrah-Nya, kedzaliman, yang tak pernah disadari, atas fitrah cinta itu sendiri. Fitrah sebagai manusia yang diberi sesuatu tentang keseluruhan cinta.

Padahal sedikitpun cinta tak mengajarkan pada siapapun untuk memaksa untuk dicinta maupun mencinta! karena cinta itu adalah kebebasan itu sendiri. Sebuah kesalahan yang selama ini tak pernah kita sadari dan kita pahami adalah usaha kita menafsirkan cinta dengan sebuah keterbatasan.






[DZIKIR-DZIKIR CINTA_Anam Khoirul Anam]