Sabtu, 21 Mei 2011

Rintih Rindu untuk Bintangku ( Estrella de Felize)

Puluhan malam sunyi ku lewati.
Hanya untuk menantimu.
Berharap paras indahmu kan ku jumpai, lagi.
Bermimpi agar pesonamu damaikan tidur gelisah.
Ketika suatu detik seolah terhenti.
Menginjakkan fakta di gudang memori.
Terhanyut aku dalam kekosongan.
Hampa.
Yang lalu membawaku melayang.
Membumbung tinggi.
Mengangkasa di jagad imajinasi.
Aku sendiri dalam gelap.
Samar kerlip terangmu hadir di sudut gulita.
Menjadi pelita temaniku.
Aku merasakan cahaya dalam hati.
Benderang menghapus kelam.
Hanya sesaat saja.
Perlahan kau menghilang di telan sang waktu.
Perlahan jejakmu menjauh dariku.
Perlahan meredup hingga akhirnnya padam.
Mati.
. . .
Singkat cerikaku bersamamu.
Teramat singkat.
Aku pun belum sempat abadikan kenangan-kenangan kita.
Bahkan, mengukir kisah dalam klamku pun tidak sempat.
Kau telah lenyap.
Kau Pergi.
. . .
Meski begitu,
Biarlah.
Serpihan sinarmu masih ku simpan dalam diam jiwaku.
Karena kau tetaplah bintangku.
Bintang biruku.
Bintang kebahagiaanku.
Estrella de Felize.


18.04.11
18.47

Pangeran kecilku

Pangeran kecilku,
Jangan bermasam muka.
Tertawalah.
Lihatlah rembulan.
Menghujanimu dengan cahayanya.
Bermainlah dengan jiwamu.
Bawalah ia menari.
Menyanyi.
Dendangkan lagu ceriamu.

Pangeran kecilku,
Jangan berdiam diri.
Berlarilah.
Raih anganmu.
Gapai mimpimu.
Bintang setia menanti.
Dengan sinar terangnya.
Tunjukkan paras rupawanmu.
Hadapkan di muka dunia.

Pangeran kecilku,
Jangan bersedih hati.
Tetaplah tersenyum.
Percayalah akan keajaiban.
Putri idaman dalam khayalmu,
Pasti kan kau temukan.
Jika kau tak menyerah pada waktu.
Benteng rintangan dapat kau robohkan.
Yakinlah pada dirimu.

Pangeran kecilku,
Jangan bermuram durja.
Aku tak ingin kau begitu.
Karena kau pangeran kecilku.
Pangeran kecilku tersayang.
Pangeran kecilku yang teristimewa.



19.05.11
22.09

Jumat, 20 Mei 2011

Cinta Seorang Akhwat


Disini. Di bumi cinta. Benih-benh kasih sayang tumbuh subur. Bunga-bunga kebahagiaan mekar aneka warna. Langit keridhoan Ilahi membentang. Pohon-pohon kesetiaan rindang menghijau. Pilar-pilar kepercayaan kokoh menopang surau; tempat menuai madu. Sungai mengalir mengairi ladang yang gersang. Terkadang hawa amarah melingkupi. Terkadang debu kecemburuan beterbangan. Terkadang badai perselisihan melintas. Sesaat benderang meneranagi gelap dalam sendiri. Sesaat gulita memeluk dalam kekecewaan. Apapun yang terlewati. Apapun yang terjadi. Terkumpul jadi satu. Terekam dalam album memori. Dan semua kisah di bumi cinta akan menjadi cetita tersendiri di hati para pecintanya.
---oOo---
Waktu menunjukkan pukul 19.29 WIB, dan hujan masih saja setia mengguyur bumi sejak satu jam yang lalu. Sesekali kilatan petir memantul dari kaca jendela yang masih terbuka. Wangi melati yang tersiram titik-titik air, menyeruak. Menusuk hidung.

Ku tatap lekat sebuah buku yang tergeletak diatas meja. Beberapa baris kalimat yang ada dalam buku itu, masih terngiang dalam benakku.

“… teman baik, teman yang membantumu untuk menjadi orang baik. Teman sejati yang bisa kau ajak bercinta untuk surga. Dia adalah teman sejati yang benar-benar mau berteman dengan mu, bukan karena derajatmu. Tapi karena kemurnian cinta itu sendiri, yang tercipta dari keikhlasan hati. Dia mencintaimu karena Allah. Dengan dasar itu, kaupun bisa mencintainya dengan penuh keikhlasan; karena Allah. Kekuatan cinta kalian akan melahirkan kekuatan dahsyat yang membawa manfaat dan kebaikan. Kekuatan cinta itu juga akan bersinar dan membawa kalian masuk surga …”

Kalimat-kalimat itu seolah membiusku. Membuatku terpana saat menyusuri tiap deret demi deret kata, perlahan. “Dia mencintaimu karena Allah.“, dalam hati aku kembali mengeja kalimat itu. Ada desiran halus meraba hati.

“Mencintai karena Allah.“, terus saja batinku membisikkannya. Apa itu mencintai karena Allah? Bagaimana caranya? Bisakah aku melakukannya? Beberapa rangkaian pertanyaan muncul dalam benakku. Ketika aku merenungkannya, ada kedamaian yang menyusup dalam diri. Tenang. Lalu aku pun mulai terbuai dalam dunia imajinasiku. Sepi dan sendiri.

---oOo---
Ternyata malam telah memasuki arena pekatnya, saat dering di handphone berbunyi. Lalu membuyarkan lamunanaku. Di layar handphone tertera tulisan ‘ In memoriam, 29.05.2005’.
“Huft… ini waktunya.“, lirihku sendiri.

Sunyi sudah membungkam dunia. Remang bulan bercahaya di balik lipatan gumpalan kabut. Suara jangkrik yang bertaburan ke penjuru ruang seperti sentuhan lembut musikus klasik.

Bertahun-tahun yang lalu, saat aku baru mengenal tentang cinta. Seorang pemuda datang padaku. Menawarkan padaku untuk terbang menjelajahi bumi cinta. Merasakan manisnya berbagi kasih saying. Tapi, aku masih terlalu awam. Dan ku pukir ini belum saatnya bagiku untuk menyelami lebih dalam tentang cinta.
Puluhan purnama telah terlewati. Dalam diam tanda tanya, kebimbangan masih menyelimuti diriku.

“Yaa Rabb, bila aku salah tafsirkan rasa yang muncul di hati, mohon terangkanlah. Bila aku salah artikan debu-debu yang menghias di kalbu, mohon jelaskanlah. Bila aku salah terjemahkan bahasa yang tersirat di jiwa, mohon benarkanlah. Karena sungguh sepenuhnya aku menyadari, akalku tak mungkin bisa sempurna menggapai rahasia di balik tabir nuansa yang hadir indah menyusup di detik-detik yang ku lalui. Mohon tunjukkan padaku yang sebenarnya. Agar tak salah saat aku ingin mengukir rona-rona elok itu di kalamku. “

---oOo---
Semakin aku melihat cinta dunia, semakin aku tak ingin merasakannya. Walau tak ku pungkiri, cinta dunia itu bukanlah hal yang selalu negative. Tapi, entah. Aku meragu pada adanya substansi ketulusan dalam cinta dunia yang diagung-agungkan oleh kebanyakan orang. Aku memang belum mempunyai pengalaman dengan hal semacam itu, tapi kenyataan yang disuguhkan di hadapanku cukup menjadi landasan mengapa aku berpendapat seperti ini.

Mungkin bagi sebagian orang yang telah menjalin sebuah kenangan dengan cinta dunia, mereka beranggapan bahwa apa yang aku pikirkan adalah sesuatu yang dinilai picik. ~aku menyimpulkan sesuatu hanya dari secuil cerita-cerita yang dibawakan cinta dunia~ Tapi, tak salah bukan jika persepsiku demikian?

Terkadang, terbesit di benakku sebuah pertanyaan klise. Apakah mereka telah mengerti hakikat dari cinta itu sendiri? Ironis. Disaat sebagian menilai cinta itu indah, namun beberapa diantaranya justru sakit terluka karena cinta yang mereka rasa. Adakah mereka berfikir, landasan apa yang menjadi cinta dunia itu? Bukannya sebuah alasan.
Aku tak bias munafik, jika sesekali muncul hasrat untuk mencicipi cinta dunia. Tetapi ada cinta lain yang lebih ingin aku gapai. Cinta yang tak membawa dendam dalam kekecewaan. Cinta yang tak menyisakan kesedihan dalam air mata. Cinta yang tak terkontaminasi oleh debu-debu nafsu. Cinta yang ketika ia hadir di hatiku, maka dapat dengan mantap aku katakana “ Uhibbuka Yaa Rabby…”, Aku mencintaimu karena Allah…
Itulah cinta yang aku damba …

---oOo---
Sepenggal kisah tercatat dalam sejarah. Sepenggal kenangan terangkum dalam jiwa. Dan sepenggal cinta tersimpan dalam hati. Sebuah kisah selalu berganti tema ceritanya. Ada bahagia maupun lara. Sebuah kenangan selalu memberi kesan tersendiri. Kesan terindah ataupun kesan menyedihkan. Namun sebuah cinta akan selalu hadir memberi warna di kehidupan.

Dengan sejarah kita belajar dari masa lalu. Dengan jiwa kita mengerti makna kehidupan. Dan dengan cinta kita mendapat semangat untuk tegar menjalani hari esok. Karena cinta sumber inspirasi.

Seiring putaran detik, banyak cerita mengalir di hidupku. Semuanya berjalan alami tanpa pernah ku pikirkan sebelumnya. Mungkin inilah scenario yang telah dipersiapkan Tuhan untukku.

“Kita telah sama-sama dewasa. Kau dan aku bukan lagi seorang anak remaja yang labil. Melainkan kita telah bisa merangkai berbagai makna dari semua peristiwa yang telah kita lalui.” Ucap Rhieuhal lembut ketika tanpa sengaja aku bertemu dengannnya pada acara seminar di salah satu hotel ternama di kota Cirebon.

“Lama waktu yang berlalu diantara kita membuat semuanya berubah.” Jawabku dengan pandangan tertunduk.

“ Tapi tidak dengan hatiku. Aku masih menunggumu, Shafa.” Tegas Rhieuhal.

Sungguh sebenarnya aku merasa terkejut saat itu. Setelah beberapa tahun dia menghilang, kami tiba-tiba dipertemukan kembali, tepat 5 tahun setelah Rhieuhal mengungkapkan perasaannya padaku untuk pertama kali.

Dan kereta waktu terus melaju. Sedikit demi sedikit keresahan kembali hadir mengusik hari-hariku. Sepenggal keraguan mencekam sendi-sendi pendirianku. Mimpi-mimpiku semakin sarat akan hadirnya Rhieuhal dalam alam bawah sadar. Itu membuatku termakan ketakutan-ketakutan yang membinasakan ketenangan hati yang selama ini ku jaga.

“Yaa Allah, inikah saat yang telah Engkau persiapku untukku?”

Aku menghela nafas panjang. Perlahan. Meresapi tiap udara yang memenuhi rongga dada. Angin malam semakin dingin ku rasakan. Menusuk tulang.

---oOo---
Satu nama memang telah terukir di dinding kalbuku. Satu nama yang menjadi penghias di ruang rinduku. Satu nama yang memberi warna pada kanvas jiwa yang pilu. Satu nama yang walau telah bertahun-tahun singgah di hati, namun masih sulit bagiku untuk mengejanya. Satu nama cinta pertamaku, Rhieuhal Damara.

Setelah berulang kali aku lakukan dialog antara hati dan pikiran, agar dapat aku simpulkan dari berbagai kebimbangan yang mengusik hari-hariku. Malam ini, dlam kedewasaan rasa aku mantapkan diri. Aku merasakan sebuah debaran di relung sukma. Getarnya lembut bak ombak kecil di lautan jiwa. Mengalun perlahan membelai hangat nafas. Aku ingin abadikan ruh suci atas kemurnian kasih dalam kematangan cahaya iman.

“Ya Rabb, penguasa seisi hati. Izinkan aku mencintainya atas dasar cinta fitrahku padaMu. Mohon petunjuk dan bimbinganMu agar aku tak berlebih. Bila aku khilaf atas semua ini, maka cukupkanlah ampunanMu yang akan menyelamatkanku dari jurang kenistaan hasrat semu.” Doaku dalam hati.

Esok ketika mentari telah merambah dimensi pagi, akan ku utarakan perasaan ini pada Rhieuhal. Aku tak akan menyia-nyiakan penantiannya yang setia padaku selama ini.

---oOo---