Jumat, 24 Juni 2011

Aku, Sendiri, Menangis

detik ini.

disaat waktu terus berlalu.

tanpa memperdulikan apa yang terjadi di sekitarnya.

aku seorang diri.

menatap nanar ke sebuah layar persegi.

deretan kata terangkai.

hanya sederhana.

namun, entah apa yang ku rasa.

aku menangis.

dan masih sendiri.

jangan tanyakan mengapa.

karena aku tak tahu.

jangan hibur aku.

karena aku tak sedang bersesdih.

aku hanya menangis.

aku sendiri dalam diam hati merintih.

aku sendiri dalam sunyi suara hati.

lalu aku menangis sendiri.

dalam pilu yang kembali memenjarakan diri dalam jeruji gudang memori.





21.6.11
12.03

Satu Yang Pertama

Satu yang pertama.

bahagia.

itu yang kurasa.



Satu yang pertama.

penuh cerita.

itu yang ku cipta.



Satu yang pertama.

untuk selamanya.

itu yang kudamba.



...



kau yang pertama bagiku.

aku yang pertama untukmu.

kau dan aku yang pertama.



...



pertama dalam hidupku mengalaminya.

pertama dalam hidupmu menjalaninya.

kitalah yang pertama.



...



jika memang bukan yang pertama,

hiraukanlah.

pun bila bukan yang pertama,

tak masalah.

karena bagiku pertama hanyalah sebagai permulaan.

karena yang terpenting adalah terakhir, untuk selamanya...




10.6.11
11.11

Hanya Untukmu

untukmu yang kini telah menyentuh hatiku.

untukmu yang kini telah menemukan kunci hatiku.

untukmu yang kini telah membuka pintu hatiku.

untukmu yang kini telah mengisi ruang kosong di hatiku.

untukmu yang kini telah mebobati luka pedih menyayat di jiwaku.

untukmu yang kini telah menjadi penawar rasa gelisah di malam-makamku.

untukmu yang kini telah menghapus sunyi dari hari-hariku.

untukmu yang kini telah mengubah airmata menjadi tawa.

untukmu yang kini telah mengganti duka menjadi bahagia.

untukmu yang kini telah merajai ranah kerajaan imajinasi.

untukmu yang kin telah mengajari arti ketulusan memberi.

untukmu yang kini telah menemani diri yang sepi.

untukmu yang kini telah membasuh kecewa dengan senyuman.

...

hanya untukmu akan ku persembahkan segala yang terindah.

karena hanya untukmu aku ada...



13.6.11
11.39

Mendung di Dalam Mega

Aku adalah Mega. Segumpal awan hitam di hamparan langit. Yang tak pernah bersinar dan tak pernah menangis.

Aku adalah Mega. Selalu mendung. Selalu sendiri. Dan namaku adalah Mega.

~***~

Hari ini, tepat di hari ulang tahunku yang ke-17. Aku melewatinya seperti hari-hari biasa. Tak ada ucapan selamat ataupun acara potong kue. Mungkin bagi orang lain, saat seperti ini adalah saat terindah. Saat bersenang-senang dengan teman untuk menikmati ingahnya kehidupan remaja. Tapi bukan cerita itu yang ku jalani saat ini. Bukan pula masa seperti itu yang ku rasa selama ini. Menurutku, setiap hari adalah sama. Tak ada yang berbeda. Sweet Seventeen-ku tak berarti. Bahkan bisa di katakan menyedihkan.

Hingga di usiaku yang ke-17, aku tak punya sahabat. Teman pun tak ada. Yang aku punya hanyalah seorang ibu, itupun kau tak merasakan kehadirannya. Dan, seseorang yang dulu pernah mewarnai kisahku, tapi kini dia telah pergi jauh. Meninggalkan aku hingga ke alam sana.

Dan lagi-lagi aku sendiri. Karena kau adalah Mega. Mega yang kelabu.

~***~

Matahari bersinar seperti biasanya. Dan sinarnya yang terik mengisahkan ia selalu bahagia. Tak seperti diriku saat ini. Tak bersinar. Cahayaku redup diantara cahaya-cahaya yang lain.

Kini aku sedang duduk sendiri di sudut ruang kelas. Aku tak dapat berkutik dari keadaan seperti ini. Aku seakan terpenjara dalam duniaku. Sendiri. Sehingga aku tak bias terbang bebas merasakan indahnya dunia yang lain.

Aku hanya bisa memandang semua yang terjadi disekitarku dari titik dimana aku berada saat ini. Aku malihat di sudut depan kelas, sekelompok siswi sedang asyik membicarakan sesuatu. Entah itu tentang fashion atau tentang gossip terbabu di sekolah ini. Sementara itu, di sudut yang lain, beberapa siswa tengah bernyanyi riang menyanyikan lagu-lagu populer.

Dan tuk kesekian kalinya. Aku sendiri. Sendiri di tengah keramaian. Semuanya ku rasa tak ada disini. Mati. Karena sekali lagi. Aku adalah Mega. Yang tak ditemani mentari.

~***~

Tak seperti hari-hari biasanya. Untuk kali ini aku merasa tak menjadi mega. Tapi aku adalah awan putih di tengah-tengah kilau sang surya.

Aku bahagia karena hari ini aku mendapat pujian dari banyak orang, saat pelajaran Seni Budaya.

“Penjiwaan yang bagus, Mega. Kembangkan bakar seni yang adda dalam dirimu. Ibu yakin suatu saat nanti kamu akan menjadi pemain teater yang hebat.” Kata guru Seni Budayaku setelah aku selesai memainkan peran dalam pementasan teater sebagai tugas akhir semester.

“Mega, kamu keren banget. Aku suka.” Sahut Rea dengan nada antusias.

“Waah! Sepertinya kamu punya bakat jadi pemain teater yang terkenal, Mega. Akting kamu luar biasa.” Ujar Syisha tak mau kalah member pujian. Karena ia memang sangat mengerti tentang dunia pementasan dan akting.

Mendengar begitu banyak ucapan manis untukku, aku tersipu. Pipiku mungkin merah merona saat ini.

Untuk pertama kalinya aku sangat bahagia. Inikah indahnya hidup yang sesungguhnya? Ketika kita bisa bersama dengan teman-teman. Ketika aku bukanlah Mega yang tak bersinar.

~***~

Ternyata, kebahagiaan yang baru beberapa hari aku rasakan, kini tak tersisa. Sedikitpun tidak. Semuanya lenyap. Kehidupanku kembali seperti biasanya. Berwarna kelabu.

Sehari setelah acara pementasan terater yang penuh pujian, teman tak ada yang mengajakku bermain bersama. Mereka sibuk denagn dunianya masing-masing. Aku seakan tak ada di tempat dimana aku menghabiskan waktu lebih dari 7 jam dalam sehari.

Warna hangat kebersamaan yang beberapa waktu ku alami berubah menjadi suasana hening. Dan aku kembali menjadi Mega. Mega yang tak berwarna.

~***~

Setelah hampir 1 tahun aku menghuni kelas ini. Menjalani hari-hari dengan para penghuni yang lain. Ku kira mereka sudah mengerti diriku. Tapi aku salah menerka. Mereka sama sekali belum memahami perasaanku. Aku kecewa.

“Hai Mega! Aku dengar, kamu anak brokenhome ya? Ayahmu mati dalam kecelakaan mobil karena saat mengendarai mobil, Ayahmu bertengkar hebat dengan Ibumu soal perselingkuhan yang dilakukan Ayahmu dengan adik Ibumu, akhirnya terbongkar!?” Ucap Resti ketika aku baru memasuki kelas.

Aku merasa anak-anak yang lain menertawakanku. Seolah kisah pahit hidupku itu sebuah lelucon yang lucu. Suami selingkuh dengan iparnya sendiri!? Huft… lucu sekali.

Anak yang lain pun ada yang ikut menyahut perkataan Resti yang tadi, “Wooou, keren! Bisa-bisanya seorang suami main serong dengan adik kandung istrinya. Kalau aku sih ya, malu banget tuh punya bapak yang kelakuannya seperti itu. Mau taruh dimana mukaku ini?!?. Hhahaha.”

Aku semakin kecewa karena tak satu pun dari mereka yang dapat bersikap bijaksana. Semuanya masih asyik tertawa. Menertawakan diriku ajuga keluargaku.

Kali ini, Mega berubah menjadi hujan lebat. Aku menangis. Lebih tepatnya menangisi crita hidupku yang kelam.

~***~

Aku pikir peristiwa memalukan saat itu akan terlupakan dengan sendirinya oleh anak-anak. Layaknya hembusan angin lalu yang sesaat. Lenyap dan pergi begitu saja. Namun kembali aku salah menilai. Mereka bahkan semakin menjauh dariku. Mereka masih saja memperbincangkan kenyataan pahitku.

Aku yang selama ini diam, mulai terjadi gemuruh di hatiku. Aku meronta pada diriku sendiri. Aku tak bias berbuat apa pun. Aku benci keadaanku yang seperti ini. Aku marah. Hingga saat ini aku tak lagi sebagai awan hitam. Tapi telah menjelma menjadi kilatan petir.

~***~

Lama sudah aku mencoba tak memperdulikan sikap mereka padaku. Lebih baik aku menjadi mega. Mega yang tak bersinar seperti mentari. Ataupun mega yang berubah menjadi hujan lebat disertai kilatan petir.

Andai saja mereka mengerti. Tak selamanya air itu tenang. Tak selamanya angin itu lembut. Jika saja mereka nemahami air tenang dapat berubah menjadi gelombang tsunami besar yang dapat menelan ribuan jiwa. Angin lembut dapat berubah menjadi badao dahsyat yang bisa menerbangkan segala sesuatu yang ada di dekatnya.

Tapi mereka tak mengerti. Meraka tak mau memahami. Mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri. Selalu memikirkan hidupnya. Dan selalu mementingkan dirinya sendiri. Uh…! Aku tak tahu isi kepala mereka.

Andai ku bisa merasakan kebahagiaan. Andai ku tak terbelenggu. Terkurung dalam diriku sendiri. Ingin kurasakan arti sebuah ketulusan bersahabat. Saling berbagi cerita dan saling mengerti.

Sayangnya, aku adalah Mega. Tak bisa menjadi pelangi yang berwarna. Apalagi menjadi mentari yang bersinar terang. Karena aku tetap Mega. Dan di dalam Mega ada mendung yang setia menemani, mengisi lembaran buku kehidupan Mega.[MR_19.3.09_21:06]

Sabtu, 11 Juni 2011

Bantu AKu

Bantu aku ...
Terkadang aku terlalu buta
Untuk melihat kenyataan yang terhampar di hadapan mataku.

Bantu aku ...
Terkadang aku terlalu tuli
Untuk mendengar bisikan-bisikan di sekitarku.

Bantu aku ...
Terkadang ak terlalu bisu
Untuk mengungkapkan keinginan hatiku.

Bantu aku ...
Tuntun aku ...
Ajari aku ...
Bantu aku tuk memahami apa yang trjadi di sekelilingku.

Jumat, 10 Juni 2011

Cinta Kita : Sang Anaphalis javanica

Cintaku...
Laksana bunga edelweis,
Sang Anaphalis javanica, tumbuh di puncak-puncak gunung yang sulit terdaki.
Begitupun cinta kita yang penuh perjuangan dan pengorbanan demi merengkuh bahagia bersama.

Cintaku...
Laksana bunga edelweis,
Sang Anaphalis javanica yang putih, halus, dan lembut,
begitupun cinta kita yang suci lagi tulus.

Cintaku.
Laksana bunga edelweis,
Sang Anaphalis javanica yang tiada pernah layu meski jatuh dan terberai dari tangkainya, begitupun cinta kita yang abadi dan tiada pernah mati.




[dikutip dari Alamendah's Blog dengan sedikit perubahan]

Dialog Hati dan Pikiran #4

...

"Bukankah hidup itu bahagia? Bagaimana jika bahagiaku belum termaknai?"

Apa yang kamu pikirkan? kau anggap hidupmu belum bahagia?

"Bukan begitu maksudku."

Lalu mengapa kau berfikir seperti itu?

"Aku yakin aku telah bahagia dengan duniaku saat sekarang. Tapi bagainama jika bahagiaku bukan bahagia orang-orang disekitarku? Aku ingin mereka ikut bahagia denganku."

Hei! lihat dengan matamu! Buka hatimu. Mereka ada denganmu untuk bahagia bersama.

"Oooh, benarkah?"

Iya. Kau terlalu sibuk denagn duniamu sendiri hingga kau tak menyadainya.

"Hmmm, Kalau begitu baiklah. Aku tak akan ragu lagi. Aku kini tak merasa gelisah lagi. Terimakasih."

Yaa. Kembali kasih.

...



08.06.11
09:52

Edelweis



Setangkai edelweis yang kau beri padaku

Hadiah termanis yang pernah ku terima

Kuntum bunga pertamaku dari seseorang

Bunga keabadian, orang-orang menyebutnya

Semoga cerita indah dihidupku pun abadi

Bahagia, Selamanya

...


_Terimakasih telah menepati janjimu_



08.06.11
09:33

Bintangku ... #3

Bintangku yang paling bersinar,

Kidung lagu rindu ku dendangkan.
Di malam-malam yang menjelajah waktu.
Denting irama merdu mengalun dari hati.
Bercerita aku dalam diam sendiri.
Tentang kisahmu.
Tentang Bintangku.

Berpuluh purnama berlalu meninggalkan.
Dan gelap masih setia memelukku.

Belum mampu ku yakinkan diri.
Meraba kepastian arti hadirmu di duniaku.
Karena yang ku lihat kini,
keindahanmu hanya menari-nari dalam dimensi khayalku



05.06.11
19:03

Bintangku ... #2

Bintangku yang paling bersinar,

Terkadang aku rindu dekat denganmu.
Rindu akan terang cahayamu.
Kala gulita melanda, banyang cemerlangmu seolah hadir
Membius alam inajinasi.

Bingkai malam yang menaungimu
Semoga senantiasa menjaga rupa mempesonamu.

Bila nanti kudapati diri telah siap.
Tunggu aku.
Aku akan menjemputmu dan membawamu.
Ke dalam ruang hati yang penuh cinta untukmu.
Bintangku ...



04.06.11
20.04

Selamat Tinggal Cinta Pertama

"...... ku tulis ini saat tersedih

menunggu dirimu yang tak bersalah

terpisahkan karna keadaan


selamat tinggal cinta pertama

mengisi waktu ku, memberi rasa

tak terlupakan



tak mudah ungkapkan dengan hati

saat senyum dan tangis menyatu

tapi ini terbaik untukku dan untuk dirimu


hanya waktu yang mampu mengerti

betapa berat perpisahan ini

semoga cerita cinta ini

menjadi kenangan indah nanti



pelukan ini untuk dirimu

adalah pelukan dari hatiku

terakhir kali



hanya waktu yang mampu mengerti

betapa berat perpisahan ini

semoga cerita cinta ini

menjadi kenangan indah nanti ......"




usai ku nyanyikan lagu "selamat tinggal cinta pertama". ada rasa yang tak menentu hadir menggelayuti diri. entah apa gerangan.

telah ku lewati bertahun-tahun waktu yang berlalu. dengan airmata. dengan kepedihan. dengan penuh kesetiaan. tak pernah aku sesali. karena aku mengerti ini hanya cerita yang pasti kan berakhir. dan inilah saatnya.

selamat tinggal tinggal cinta pertama.

kau kini telah bahagia dengan yang lain, aku pun akan bahagia dengan dunia baruku. dunia baru tanpa dirimu, tanpa rasa itu. karena aku muncul dengan jiwa yang kembali putih.

aku yang kini sendiri, tak lagi menangis karena rindu. karena rindu telar sirna bersama angin yang membawamu pergi menjauh dariku. aku yang kini sendiri, tak lagi merintih karena perih. karena perih telah musnah bersama pelagi yang membuatku tersenyum.

selamat tinggal cinta pertama.

aku menyimpan kenangan itu dlam album biruku.
ku simpan bersama semua memori tentangmu.

selamat tinggal cinta pertama.

aku kini akan menjemput cinta baruku. dengan pintu hati yang terbuka lebar untuk menyambut bahagia yang telah menantiku idi ujung jalan ini.

selamat tinggal cinta pertama...



07.06.11
20.03