Senin, 21 Februari 2011

Serenade 18.02.11


Dipagi buta, suara kokok ayam nyaring pekakkan telinga. Ada guratan sinar memias diatas belanga. Senandung-senandung pagi segarkan hari, Embun berguguran dari langit biru, menempa wajah-wajah harapan. Mengekarkan kaki-kaki untuk menatapi tiap helai waktu yang menyingsing pada tiap penghelaan nafas yang terhunus. Menyibak tabir-tabir. Nyalakan senmangat-semangat ruh untuk berlari diantara ngarai-ngarai misteri.

. . .

Disiang hari, matahari menduduki puncak singgahsananya. Awan-awan yang hilir mudik beriring di kerajaan langit menjadi dayang setia. Debu-debu yang tampak berhamburan terbawa semilir angun yang menghias latar dunia. Ada satu hal yang membuatku terkesan. Dua ekor kupu-kupu saling berkejaran. Indah sekali. Terlebih 'Sang Raja' seakan memberi restu bagi mereka untuk melukis aura bumi. Derap langkah kaki-kaki mungil mengalun perlahan. Seuntai senyum mengembang dari keluguan wajah. Tanpa aku sadari, aku terenyuh dalam khayalku. Seperti mengulang sejarah masa laluku.

. . .

Disore hari, senja tampak sayu dibalik lipatan kabut. Suasana tampak remang dan lengang, meski matahari belum sepenuhnya tenggelam. Ia masih membiaskan warna-warna mempesona. teduh memandikan jiwa yang sepi. Ketakjuban antara lanskap yang kian tirus, berurai sendu.

. . .

Dimalam hari yang sunyi, di bawah remang cahaya bulan yang terlipat oleh gumpalan kabut. Ku pandang gemerlap bintang bertabur di bingkai angkasa. Lirih suara jangkrik bertebaran ke penjuru ruang. Seperti sentuhan lembut musikus klasik. Jiwa alam menjadi nyanyian yang terangkum dalam sunyi. Terangkum dalam senyap. Indah nan menyanyat.

. . .

Hingga akhirnya malam menjelma pagi di ufuk timur subuh. putaran waktu dimana semua yang hidup akan memulai perjalanan hidupnya yang tertunda. Menyibak misteri-misteri yang kian tak terjawab rahasianya.

. . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar